Judul Resensi : Pemahaman yang Salah tentang Agama dalam
Novel Dua Ordo Karya Hermes Dione
Judul Buku : Dua Ordo
Karya : Hermes Dione
Genre : Spiritual Futuristik
Penerbit : Penerbit Laksana
Tahun Terbit : 2011
Cetakan : Pertama
Tebal, Halaman : 1,5 cm, 320 halaman
Hermes memang
berbeda dari penulis kebanyakan. Dalam karyanya yang berjudul Dua Ordo ia
mengangkat genre spiritual futuristik, suatu genre yang jarang diambil oleh
penulis Indonesia kebanyakan. Ia begitu lihai meramu cerita dari
gejolak-gejolak yang nyata terjadi oleh bangsa ini. Misalnya saja ia mengangkat
tentang ramalan Jayabaya yang begitu dengan orang jawa, ia juga mengangkat
kondisi perpolitikan bangsa menjelang pemilu, ia juga mengangkat kondisi
multikultural yang sepatutnya kita sikapi dengan sikap pluralisme yang bijak
sesuai dengan pancasila dan agama.
Dalam novelnya,
Hermes mengisahkan tentang seorang calon presiden. Seorang calon presiden yang
memang ditakdirkan Tuhan untuk memimpin negeri ini. Dibalik proses
pencalonannya itu, dua buah kekuatan, dua buah ordo saling bertarung untuk
menjadikan calonnya sebagai presiden. Merekalah ordo cahaya dan ordo kegelapan.
Dua ordo yang senantiasa bertarung.
Sisi
positif dari novel ini adalah bahwa penulis dapat menunjukkan sikap pluralisme
yaitu sikap menghargai dan menghormati antar umat beragama. Terlihat dari
bagaima penulis menggambarkan karakter dan jalan cerita tokoh utama Zedekia
Lim, seorang kristiani yang bersama-sama melindungi sang terpilih yang akan
memimpin negeri ini. Selain sisi positif, novel ini pun perlu kita waspadai
jangan serta merta kita menerima semua pesan dari penulis melalui novel ini. Ketika
saya membaca novel ada dua pertanyaan besar dalam batin saya terkait beberapa
pernyataan yang tertuang di dalam novel ini. Pertama, Hermes menjelaskan bahwa “Kesetimbangan
dinamis adalah Sang Cahaya (sebutan Tuhan dalam novel ini)”. Dijelaskan dalam
novel ini “Sang Cahaya merupakan susunan berbagai macam unsur di alam semesta
yang senantiasa bergerak dinamis.” Ini rancu bagi saya, karena munurut saya,
agama saya dan kitab suci saya yaitu kitab suci Al Qur’an itu berbeda. Tuhan
adalah Esa, tidak beranak, tidak diperanakkan, tidak terbagi-bagi. Kedua adalah,
pernyataan “Agama hanyalah cara Tuhan menyapa hambanya.” Menurut Kyai Saya,
Abah Kyai Masyrokhan pengasuh PP. Durrotu Ahlissunnah Waljamaah, beliau
mengatakan bahwa ini salah fatal. Agama itu bersifat dogmatis. Artinya menurut
KBBI adalah bersifat mengikuti atau menjabarkan suatu ajaran tanpa kritik sama
sekali. Doktrin di dalam agama bertujuan agar kehidupan penganut agama bersifat
etis, baik etis terhadap Allah, Rosul, manusia maupun makhluk lainnya. Menjadikan
manusia istimewa yang mengkayakan dunia dan akhirat. Maka salah jika agama ditafsirkan sebatas
sapaan dari Tuhan kepada hambanya.
Begitulah resensi yang saya buat, semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar