Read More

Slide 1 Title Here

Slide 1 Description Here
Read More

Slide 2 Title Here

Slide 2 Description Here
Read More

Slide 3 Title Here

Slide 3 Description Here
Read More

Slide 4 Title Here

Slide 4 Description Here
Read More

Slide 5 Title Here

Slide 5 Description Here

Selasa, 17 Oktober 2017

Si Penjudi dan Waktu

Kau tau apa yang spesial dari waktu?
Pada waktu kita bisa menyimpan rahasia
Menitipkan rasa
Namun waktu selalu tahu saat-saat terbaik untuk menguak rahasia mengutarakan rasa
Bagi para penjudi
Termasuk juga aku
Penting menjadikan waktu sebagai sekutu
Tapi waktu tetaplah waktu
Tak ingin terikat tak ingin terjerat
Justru  aku ini si penjudi
Yang mempertaruhkan segala
Yang menyimpan rahasia
Yang menitipkan rasa
Hanya bisa pasrah bukan menyerah
Pada waktu yang tak mau jadi sekutu

Jepara,  15 Oktober 2017
Read More

Dari Jepara Ramah Literasi Untuk Indonesia Yang Berdikari


Taman Baca Masyarakat (TBM) tak ubahnya titik cahaya yang menerangi ruang tergelap masyarakat. Bagaikan lilin kecil yang menerangi setiap sudut, hingga teranglah bumi ini. Saya membayangkan masyarakat Indonesia tinggal di pulau tanpa cahaya, hingga mata menjadi buta dan langkah terseok-seok. Bukan cahaya dalam arti fisik, tapi cahaya hidup, cahaya ilmu. Bukankah ilmu adalah cahaya dan buku adalah sumber ilmu. Karena buku adalah jendela dunia. Sebaik apapun tayangan televisi yang katanya mendidik, tetap akan berbeda dengan buku. Buku memiliki kelebihan yang tak dimiliki oleh televisi maupun sumber informasi lain. Buku adalah cara tertua untuk mewariskan ilmu. Lalu bagaimana jika masyarakat kita jauh dari akses buku? Jauh dari suka terhadap buku? Jauh dari minat membaca? apalagi jauh dari minat menulis? Jauh dari aktivitas literasi?
Sudah banyak negara maju yang telah membuktikan bahwa kemajuan suatu bangsa tak lepas dari pendidikan, dari budaya baca dan literasi. Seperti Jepang, inggris, amerika, dll. Lalu bagaimana  kondisi Indonesia? Dilansir dari data Unesco pada tahun 2012, minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,001 % yang berarti hanya satu orang di antara 1000 orang yang memiliki minat baca. Bahkan literasi Indonesia berada di urutan kedua dari bawah diantara 65 negara yang diteliti dalam penelitian yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA). Dengan kondisi seperti ini, bagaimana Indonesia akan siap menghadapi bonus demografi yang disebut sebagai generasi emas? Yakin generasi 2045 bisa menjadi generasi emas melihat kondisinya masih seperti ini?
Saya kagum dan salut sekali, kepada teman-teman yang gigih berjuang lewat TBM demi mempersiapkan bonus demografi untuk Indonesia hebat. Seperti yang di lakukan oleh Bu Tirta (Warung Pasinaon), Den Hasan (RBI), Mbak Lizna (RBC), Mbak Desi (Imara), Mbak Anis (Tabaca) dll. Seringkali saya malu sendiri, kata hati berkata, “Lho Sal, dirimu yang lulusan PLS harusnya bisa lakukan kayak mereka juga dong.” Lalu di jawablah oleh saya sendiri, “Iya, semua ada masanya kok. Sekarang nabung buku dan pengalaman dulu. Besok bareng suami bakal berjuang bareng-bareng.” Diskusi dalam khayalan pun terputus, tersebab sesuatu yang masih rahasia. Hehehe. Ngerasa lebih adem ces pleng lagi ketika ditawari jadi ranger (relawan) untuk bantu kegiatan TBM. Intinya enggak usah nunggu punya TBM baru bergerak dan berjuang mewujudkan Jepara ramah literasi. Apapun sekecil apapun yang dilakukan asal bermanfaat, itu sudah lebih baik daripada hanya diam.
Saya ingin sedikit bercerita, tentang awal mula saya yang enggak punya TBM kok bisa gabung di komunitas TBM Jepara. Hari itu adalah hari buku. Kebetulan teman facebook saya Mas Redy Kuswanto sedang mengadakan give away dengan hadiah buku terbarunya “101 Dongeng Sebelum Tidur” yang berisi 80 dongeng Nusantara dan 21 dongeng mancanegara. Sejak lihat covernya jauh-jauh hari saya sudah naksir. Namun saya belum bisa beli, karena uang sedang dianggarkan untuk yang lain. Kebetulan pas ada GA iseng-iseng saya coba ikut, syaratnya menuliskan harapan tentang perbukuan di Indonesia. Dari tulisan itu saya kemudian update status tentang cita-cita saya mendirikan TBM. Bukan main beruntungnya saya ketika kemudian Den Hasan menawari mengajak acara diskusi TBM bersama Bu Tirta di Dewan Kerja Jepara.  Dan beruntung pula karena meski telat saya masih sempat ikut acara itu. Peserta yang hadir kemudian sepakat membuat grup WhatsApp sebagai ajang komunikasi. Diskusi berlanjut hingga visi untuk membentuk  Jepara ramah literasi.
Berdasarkan pertemanan yang sederhana itu, saya kemudian dapat menyimpulkan bahwa tidak penting kamu lulusan apa, dari sekolah mana, bagaimana status sosialmu, asal bisa menjadikan hidup yang amat singkat ini menjadi bermanfaat untuk sesama, bangsa dan agama. Itu baru hebat. Karena mereka yang hebat bukan mereka yang berdasi, berlabel PNS, atau memilki rekening gendut. Mereka yang hebat adalah mereka yang tak henti belajar dan mengabdi. Banyak belajar banyak berbagi. Dan semua itu kuncinya hanya mau, mampu dan menyempatkan. Sebagaimana apa yang di dawuhkan oleh Abah M. Masyrokhan (Pengasuh PP. Durrotu Aswaja Gunungpati Semarang) bahwa hidup adalah perjuangan. Perjuangan adalah pengorbanan. Pengorbanan adalah keihkhlasan. Keikhlasan adalah ruh penggerak kehidupan. Hidup itu indahnya menggarap PR surga.
Memiliki kemauan, niat, tekad, adalah awal membuka jalan. Banyak tokoh anime seperti Naruto dan Luffy (one piece) mampu melampaui batas kekuatan mereka karena tekad mereka kuat dan kokoh. Apalagi kemauan yang baik, niat yang sholih itu akan membuka 70 pintu hidayah Allah. Dan barang siapa yang mendapat hidayah tentulah mendapat kemuliaan dari Allah. Hal tersebut disampaikan oleh Al Habib Hasan Al Jufry (Semarang) dalam majlis selapanan Nurusholihin di Masjid Agung Jepara. Selanjutnya adalah kemampuan. Kemampuan bisa dimiliki dengan belajar. Namun yang tersulit dari semua itu adalah menyempatkan, istiqomah. Mempertahankan TBM tetap eksis, bermanfaat dan menarik minat warga. Karena kecenderungan setiap orang adalah mementingkan ego sendiri dan mudah bosan.
Saya berharap visi Jepara ramah literasi, dapat terwujud. Tentu hal tersebut membutuhkan bantuan dan kerjasama dari semua pihak tidak saja TBM di Jepara namun juga keluarga, sekolah, pemerintah dan masyarakat Jepara pada umumnya. Dari Jepara ramah literasi untuk Indonesia yang berdikari.
Jepara, 29 Juli 2017
Identitas Penulis
Noor Salamah, atau akrab juga disapa Salma. Saking lebih populer nama akun medsosnya Salma Van Licht daripada nama aslinya. Hanyalah manusia biasa yang ingin menjadikan hidup lebih bermaanfaat dan berguna. Lahir bulan Juni tahun 1994, berzodiak cancer. Bercita-cita sebagai penulis dan mendirikan TBM.
Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Follow

Popular Posts

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Jejak Sajak Salamah | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com