Rufaidah,
Teladan Juru Rawat Islam
Buku
ini mengisahkan tentang sosok wanita bernama Rufaidah. Seorang perawat muslim
pertama di zamannya. Nama lengkapnya adalah Rufaidah Binti Sa’ad al-Aslamiyah.
Berasal dari bani (marga) Aslam, salah satu dari suku Khazraj di Madinah. Ia
dilahirkan di Yastrib kota yang sekarang dikenal dengan Madinah al-Munawwarah.
Tumbuh di sana sebelum Nabi Muhammad hijrah dengan membawa agama Islam
Rahmatallil alamiin. Ia termasuk kelompok di antara para muslim pertama dari
Bani Aslam. Ketika agama islam menyelimuti Madinah, Rufaidah berkonsentrasi
pada pekerjaan paramedik (keperawatan) yang di warisinya dari para leluhurnya.
Sebagai perawat muslim yang taat, ia kemudian merubah sistem keperawatan
jahiliyah dengan sistem keperawatan islami. Tidak ada lagi dupa. Tidak ada lagi
sesaji. Tidak ada khamar. Tidak ada lagi patung dewa. Tidak ada lagi
ramal-meramal. Cara menengani pasien di sesuaikan dengan ajaran Islam.
Ruangannya pun di buat selalu dalam keadaan suci. Ia melayani pasien dengan
penuh cinta, kesabaran, dan keihklasan. Rufaidah, ialah teladan perawat muslim.
Rufaidah
bukan sosok fiktif, ia adalah sosok nyata. Seorang sejarawan andal Ibnu Kasir
dalam karyanya yang berjudul Usud al-Gabah jilid VIII halaman 110
mengungkapkan, “Ia mencurahkan seluruh jiwanya untuk memberikan pelayanan
kepada orang yang kehilangan; yakni setiap orang yang membutuhkan pertolongan
dan bantuan, seperti fakir miskin, anak yatim, serta orang yang tidak mampu
bekerja.”
Masa
abad ke-7, di mana Rufaidah hidup perkembangan pengobatan di Arab sebenarnya
tidak berbeda jauh dengan pengobatan di negara lainnya. Ibnu ‘Usaibah
menyatakan dalam karyanya yang berjudul Tabaqot al-Atba bahwa para tabib bangsa
Arab yang bernama al-Haris ibnu kaladah yang memeluk islam pada masa tuanya
adalah alumnus sekolah kedokteran di Jundisafur dan ia memperoleh tempat
tersendiri dalam disiplin ilmu keodokteran. Disamping itu istilah pengobatan
juga sering di sebutkan dalam beberapa hadis nabi, seperti istilah al-Huluq
al-Hindi, Kadilun, as-Sana, al-Marzan Jusy, ‘Irqu al-Kalbah dll. Kehidupan
Rufaidah sesungguhnya hanya berpangkal pada hadis Nabi Muhammad Saw yang
mengisyaratkan perannya dalam perang ahzab; yakni pada saat salah seorang
sahabat yakni Sa’ad ibnu Mu’az terluka. Ketika itu Nabi memerintahkan agar
Sa’ad di bawa ke tenda Rufaidah untuk dirawat sampai sembuh.
Sebenarnya
karya ini merupakan versi novel dari karya aslinya yaitu pementasan drama.
Tidak semua tokoh dalam cerita ini nyata, beberapa ada yang fiktif demi
mendukung jalannya cerita. Beberapa tokoh rekaan tersebut adalah zhalim ibn
Gawi/Rasyid ibn Hafs, khallad ibn al-Jamuh. Meski demikian hubungan peristiwa
yang di alami para sahabat masih cukup relevan dengan fakta sejarah, mengingat
mereka sama-sama mengalami perang tersebut.
Di
kisahkan, pada zaman jahiliyah di negeri Arab terdapat banyak dukun sakti.
Kepada merekalah masyarakat meminta kesembuhan dan pertolongan. Sedangkan dukun
dukun itu sendiri meminta pada dewa-dewa mereka, Latta,Uzza,Atsaf, Na’ilah dan
Gauts. Bani Aslam merupakan salah satu bani di Yastrib yang terkenal dengan
kemampuan pengobatannya. Ialah Sa’ad al-Aslamiyah dan putrinya Rufaidah yang
meneruskan pekerjaan leluhur mereka. Rufaidah begitu terampil mengobati dan
merawat pasien-pasien yang datang. Suatu ketika tunangannya Abdullata pulang
berdagang dari Mekah. Abdullata kemudain mengabarkan tentang agama baru yang
ada di Mekah. Meski ia belum memeluk Islam. Abdullata mengungkapkan ketidak
rasional ajaran leluhurnya tentang penyembahan berhala. Abdullata kemudian
mengajak Rufaidah untuk mendengarkan syiar islam yang di suarakan oleh Mush’ab
bin Umair. Mendengar pidato Mushab bergetarlah hati Abdullata dan Rufaidah. Mereka
kemudian memutuskan untuk masuk islam. Sebelum Nabi hijrah ke Madinah, mereka
berdua begitu semangat mensyiarkan islam. Berkoar-koar menyerukan islam
merupakan rutinitas biasa bagi Abdullata. Hingga hal ini mengusik salah satu
pemimpin-pemimpin kafir di Madinah.
Hingga mereka sepakat untuk membunuh Abdullata, pemuda yang berpengaruh
dalam penyebaran islam. Menjelang kematian Abdullata, ia berwasiat kepada
istrinya untuk meneruskan perjuangan menyebarkan agama Islam.
Islam
datang membawa perubahan di Madinah. Perubahan mejuju sisi yang lebih baik.
Kini Rufaidah tidak merawat di kuil yang kotor, beraroma busuk, dengan berhala
di tengah ruangan. Kini Rufaidah merawat di dalam ruangan yang selalu dalam
keadaan bersih, selalu mencuci tangan sebelum memeriksa kondisi pasien,
mengobati dengan madu, melayani dengan keikhlasan dan nasehat yang baik.
Hari
itu di alun-alun kota Madinah. Di dekat Masjid Nabawi serombongan perempuan
sahabat nabi sedang bercakap-cakap penuh perhatian. Mereka sedang membicarakan
tentang perang yang akan terjadi sebagai balasan kaum kafir atas kekalahan pada
berang Badar. Perempuan sahabat nabi itu ingin turut serta berjihad. Sepakatlah
mereka, mereka akan turut serta berjihad dengan cara merawat pasukan kaum
muslimin. Rufaidah sebagai perawat islam pertama akan mengajari mereka ilmu
tentang keperawatan. Rufaidah membagi perempuan sahabat nabi dalam beberapa
kelompok dengan tugasnya masing. Genderang perang di tabuh. Perang terjadi
dengan sengit. Beberapa pasukan muslim ada yang tidak mematuhi perintah nabi,
membuat situasi menjadi sulit bagi kaum muslimin. Beberapa tentara ada yang
kecut dan hendak melarikan diri. Banyak korban berjatuhan. Dalam kondisi
mendesak tersebutlah kelompok perempuan sahabat nabi yang berada di garis
terdepan peperangan yang bertugas melindungai Rosullullah dan para panglima
harus turun tangan melindungi Rosul agar jangan sampai terluka walau
segorespun. Bahkan keberanian mereka mendapatkan pengakuan sendiri dari Rosul.
Di
suatu malam yang mulia ketika Rufaidah dan wanita sahabat Rosul sedang berjaga.
Rosullullah datang mendekat, Rosul kemudian mengeluarkan sebuah kalung dan
memakaikn kalung itu dengan tangannya yang suci di leher Rufaidah seraya
berkata, “Barangsiapa mengunjungi orang sakit Allah akan menaunginya dengan
65.000 malaikat. Maka tidaklah ia melangkahkan kakinya kecuali di catat satu
kebaikan. Dan tidak pula ia meletakkan telapak kakinya kembali kecuali di hapus
kejelekannya, di angkat derjatnya hingga ia duduk di tempat duduknya. Jika ia
duduk di samping si sakit, niscaya rahmat Allah akan meliputinya. Hal itu
berlangsung terus menerus sampai ia kembali ke rumahnya.”
Seperti
telah di jelaskan di atas bahwa penulisan novel ini berdasarkan naskah drama.
Maka jangan heran jika bahasa awal tiap bab sangat identik dengan naskah drama.
Meski begitu tatap tidak dapat mengurangi amanat yang ingin di sampaikan
penulis.
Rufaidah
adalah sosok teladan perawat islam. Setiap perilakunya di dasarkan pada ajaran
nabi. Ia selalu sabar, ikhlas, telaten, dan berutur kata yang baik kepada
setiap pasiennya. Sesuatu yang jarang kita temui pada diri perawat masa kini.
Judul
Buku :
Rufaidah
Penulis : Ahmad Syauqi al-Fanjari
Penerjemah :
M. Halabi Hamdy
Penerbit :
Navila
Tebal : xxii + 194 halaman
Cetakan :
1
Tahun
: 2010
ISBN : 978-979-3065-52-6
0 komentar:
Posting Komentar