Sebenarnya buku ini sudah sering aku lihat rak perpustakaan daerah
Jepara. Namun entah mengapa aku belum tersentuh untuk membacanya, baru beberapa
hari yang lalu aku akhirnya memilih buku ini menjadi salah satu buku yang aku
pinjam. Buku berjudul “The Chronicle of Kartini” karya Wiwid Prasetyo.
Sebuah novel tentang tokoh perempuan besar Jepara, yang namanya akan selalu
harum dan akan selalu terpatri dalam ingatan, Kartini. Novel ini cetak pertama
kali pada September 2010, diterbitkan oleh penerbit Laksana salah satu anak
perusahaan Divapress.
Baru-baru ini saya memang sedang tertarik pada novel sejarah,
mengenal pertama kali novel sejarah melalui karya Pramoedya Ananta Toer. Dan
saat ini saya sedang terpikat oleh karya Krisna Langit Hariadi.
Kembali lagi ke novel The Chronicle of Kartini, novel ini
bercerita tentang perjalanan hidup seorang gadis ningrat yang penuh gejolak
pemberontakan. Ia berusaha keras membebaskan diri dari kungkungan adat Jawa
yang membuatnya terperangkan dalam penjara istana, terhalang untuk menggapai
cita-citanya bersekolah. Seorang gadis ningrat pengubah wajah wanita Jawa dan
pencetus sekolah wanita pertama. Ialah Kartini anak dari seorang Bupati Jepara
yang bernama Sosronigrat. Secara garis besar novel ini menarik, jalan ceritanya
baik. Hanya sebagai seorang penulis novel berlatar belakang secara apalagi yang
angkat ceritanya adalah tokoh penting, novel tersebut haruslah dapat
dipertanggung jawabkan. Dari sisi sejarahnya, benarkah peristiwa-peristiwa itu,
di tulisan dari sumber mana. Inilah satu kekurangan dari novel ini, tidak
disertakannya sumber referensi, pun tidak ada ada biodata penulis sehingga bisa
dijadikan penimbang tingkat kepercayaan atas isi novel, selain itu yang membuat
saya kurang nyaman membaca novel ini adalah ketidak konsistenan penulis dalam
memposisikan diri, apakah sebagai orang pertama, kedua, atau ketika semuanya
serba tumpang tindih.
Menyajikan biografi tokoh hebat melalui novel memang sebuah cara
jitu jika ingin memberikan pembelajaran pada pembaca dengan cara yang
menyenangkan. Dengan mudah pemikiran-pemikiran sang tokoh, nilai-nilai moral
dan pesan lainnya akan dapat dicerna oleh pembaca. Oleh karena itu amat riskan
apabila pembaca yang terlalu polos secara gamblang menerima saja apa-apa yang
tersaji sekalipun itu keliru.
0 komentar:
Posting Komentar