Buruh Migran
Penerjemah Kitab
“Wamah?!
Wamah?!”
“Iya
Nyonya, sebentar.”
Secepat
kilat ia lipat mukena yang tadi ia gunakan untuk salat magrib. Belum sempat
mukena itu terlipat rapi, Nyonya besar datang masuk menerobos masuk kamar. Ia
wanita berusia sekitar 40 tahun beramput pendek, berteriak marah karena Wamah
tak kunjung datang memenuhi seruannya. Mukanya semakin merah padam demi melihat
apa yang sudah Wamah lakukan.
“Sudah
berapa kali aku bilang padamu. Jangan pernah sekalipun kau salat di rumahku.
Kau tidak memenuhi seruanku hanya demi salatmu yang tak berguna ini?”
Nyonya
Besar menendang sajadah yang masih tergelatak di lantai.
“Astagfirullah.”
“Sebut
saja Tuhanmu terus. Tuhanmu sama sekali tidak memberikan untung bagiku.
Lihatlah aku justru rugi karena kau terusan menyembah Tuhamu, makan malamku
jadi terlambat. Segera siapkan makan, aku lapar!”
***
Suara
beep tanda seseorang diseberang sana telah membalas percakapan facebook
telah membuyarkan lamunan Wamah.
Majikan tahu aktivitas Anda seperti itu?
Pertanyaan sama, yang belum sempat Wamah jawab.
Mereka
semua tahu karena buku atau kitab yang kubawa ke rumah dan ngaji malam. Majikan
atau pemerintah tak melarang berorganisasi. Tapi majikan kadang tak suka
pembantu salat seperti majikanku yang kedua. Akhirnya kucari gara-gara agar
diterminate.
Diseberang
sana seseorang yang mengaku bernama Alawi sedang mewawancarai Wamah. Ia mengaku
sebagai wartawan situs online milik keorganisasian islam terbesar di Indonesia.
Maka
Wamah pun mulai bercerita tentang kisahnya tentang pengalamannya di Hongkong
sebagai buruh migram.
***
Namanya
Umi Muawamah, seorang wanita buruh migran asal Indonesia berusia 40 tahun yang
bekerja di Hongkong. Di negeri tirai bambu yang
sangat jarang ada mushola, perjuangannya baru saja di mulai. Berbekal
ilmu ketika dulu nyantri di
Pesantren Darul Ulum, Selotumpuk Wlingi, Blitar. Wamah mulai menerjemahkan
kitab-kitab kuning dalam bahasa Arab pegon ke dalam bahasa Indonesia.
Banyak tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai pembantu di negeri ini, tapi
sangat jarang diantara mereka yang memahami berbagai hal tentang wanita sesuai
yang diajarkan oleh agama. Sesuatu yang sebenarnya amat penting, seperti
persoalan terkait haid, nifas, wiladah, hamil dan merawat bayi. Maka dari
itu Wamah memilih memulai perjuangannya dengan menerjemahkan kitab Risalatul
Mahidl karya Kiai Haji Masruhan Ihsan yang berisi tentang persoalan
haid, nifas dll. Perjuangannya tidak berhenti di situ, selain menerjemahkan
kitab ia juga aktif di organisasi Fatayat NU Imza, Al Fattah, Gabungan Migrant
Muslim Indonesia, Al Ikhlas Mujahidah
Sabtu Hanghau, Tahfidz Rintisan
PCNU, mengajar ngaji online dan membantu anak yatim piatu.
Mudahkah
perjuangan yang ia lakukan? Tidak juga. Meski pemerintah tidak melarang
berorganisasi kesulitan itu justru hadir dari majikan, seperti yang ia alami di
majikan keduanya. Alhamdulilah, di majikannya sekarang pekerjaan Wamah tidak
cukup banyak dan lebih longgar karena ia hanya mengurusi nenek tua. Selain
terjemahan kitab Risalatul Mahidl ada pula terjemahan dari kitab Mar’ah
Sholikhah berisi panduan menjadi wanita sholihah. Dua kitab lainnya yaitu Washoya dan Adabul
Mar'ati Sholihah masih dalam proses penerjemahan.
Muawamah
merupakan sosok wanita inspiratif. Sosok santri yang berjuang dan mengamalkan
ilmu bahkan sampai ke negeri orang. Di Hongkong, negeri yang jauh dari tanah
kelahirannya Wamah justru merasakan berdakwah di Hongkong lebih mengena, cepat
dirasakan, dan cepat diamalkan oleh para santrinya.
***
Biodata
Penulis
Nama
Noor Salamah. Lahir di Jepara tanggal 23 Juni 1994. Sekarang sedang menempuh
pendidikan S1 Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Unnes. Ia juga sedang nyantri di
Ponpes Durrotu Ahlissunnah Waljamaah yang letaknya tak jauh dari kampus Unnes.
Bisa di hubungi melalui e-mail : salamah_chan@yahoo.com
atau via Fb di Salma Van Licht.
0 komentar:
Posting Komentar