Menonton Barongsai di Tahun Baru
Imlek 2566
Jalan disepanjang jembatan Kaligarang
hari itu mendadak macet. Laju kendaraan yang biasanya normal kini merayap. Jalan
baru mulai lenggang setelah melewati Sampokong.
Hari itu, kamis (19/02)
bertepatan dengan Tahun Baru Imlek 2566 Kuil Sampokong mendadak ramai. Banyak peziarah
yang datang untuk berdoa, namun banyak juga wisatawan yang datang untuk
menikmati suasana tahun baru imlek.
Sekitar pukul setengah sebelas, saya
dan tiga orang kawan saya berhasil masuk di kompleks kuil Sampokong. Setelah
berhasil melewati antrian yang panjang tentu saja. Biaya masuk saat itu relatif
tidak mahal, karena tidak ada kenaikan harga. Cukup dengan uang Rp. 3000, saya
bisa masuk ke Kuil Sampokong. Ketikda berada di dalam, saya melihat nuansa
warna merah yang dominan dimana-mana. Komplek Klenteng Sam po Kong terdiri
atas sejumlah anjungan yaitu Klenteng Besar dan gua Sam Po Kong, Klenteng Tho
Tee Kong, dan empat tempat pemujaan (Kyai Juru Mudi, Kayai Jangkar, Kyai
Cundrik Bumi dan mbah Kyai Tumpeng).
Menurut cerita, pada
awal abad ke-15 Laksamana Zheng He sedang mengadakan pelayaran
menyusuri pantai laut Jawa dan sampai pada sebuah semenanjung. Karena ada awak
kapal yang sakit, ia memerintahkan mendarat dengan menyusuri sebuah sungai yang
sekarang dikenal dengan sungai Kaligarang. Ia mendarat disebuah desa bernama
Simongan. Setelah sampai didaratan, ia menemukan sebuah gua batu dan
dipergunakan untuk tempat bersemedi dan bersembahyang. Zeng He memutuskan
menetap untuk sementara waktu ditempat tersebut. Sedangkan awak kapalnya yang
sakit dirawat dan diberi obat dari ramuan dedaunan yang ada disekitar tempat
itu.
Setelah ratusan tahun berlalu, pada
bulan Oktober 1724 diadakan upacara besar-besaran sekaligus pembangunan kuil
sebagai ungkapan terima kasih kepada Sam Po Tay Djien. Dua puluh tahun
sebelumnya diberitakan bahwa gua yang dipercaya sebagai tempat semedi Sam Po
runtuh disambar petir. Tak berselang lama gua tersebut dibangun kembali dan
didalamnya ditempatkan patung Sam Po dengan empat anak buahnya yang didatangkan
dari Tiongkok. Pada perayaan tahun 1724 tersebut telah ditambahkan bangunan
emperan di depan gua.
Untuk masuk ke kuil utama tempat
sembahyang bagi peziarah tidak dikenakan biaya. Namun bagi wisatawan, dikenakan
tarif yang menurut saya cukup mahal. Maklum mahasiswa hidup hanya dengan
beasiswa. Untuk wisatawan lokal dikenakan harga Rp. 20.000, sedangkan wisatawan
mancanegara dikenakan harga Rp. 50.000. jadi, dengan mempertimbangan harga dan
isi dompet saya urungkan untuk masuk L
Tak apa meski tak bisa masuk, acara
cukup ramai dengan hiburan dari Kusuma Band. Kusuma Band menyanyikan beberapa
lagu yang sebenarnya adalah dangdut namun di aransemen menjadi jazz. Lagu-lagu
tersebut adalah Begadang, Darah Muda, Yuk, Kita Santai, dan Kedatanganmu
Kutunggu. Dengan kostume ala chainis, cukuplah tiga biduan wanita plus satu
pria itu menghibur hati. Dan inilah yang kami tunggu-tunggu, Pertunjukan
Barongsai. Sekitar pukul 11.20, musik mengalun. Seekor naga kecil berwarna
kuning maju ke atas panggung. Beratraksi, berjalan di atas tiang-tiang. Yang paling
saya suka adalah ketika mata si Barongsai ini berkedip-kedip, ahh imutnya :D
Pertunjukan Barongsai ini dimainkan oleh
anggota dari Perkumpulan Elang Terbang dari Timur. Kelompok ini telah show di
berbagai daerah hingga mancanegara. Pernah mengikuti lomba tingkat
internasional melawan India, China dll dan menjadi Juara. Hal tersebut
merupakan prestasi yang patut dibanggakan. Hidup Pemuda Indonesia! J
Menurut MC yang sedang memandu acara,
katanya sih pengunjung tahun ini lebih banyak daripada tahun kemarin. Dan masih
menurut MC juga katanya kalau menonton pertunjukan Barongsai di Tahun Baru
Imlek dipercaya dapat mendatangkan berkah. Terlepas dari benar atau tidaknya,
saya hanya memohon kepada Allah, semoga Allah meridhoi kami, setiap langkah
kami, dan mengbulkan hajat-hajat kami.
Semarang, 19 Februari 2015
0 komentar:
Posting Komentar