Minggu, 27 April 2014

Siaran Jumat Kliwon

Menulis cerita horor?
Emm, baru pertama kali sih membuat namun tidak mengecewakan banget. Karena Alhamdulillah, lolos menjadi kontributor dalam even horor profesi yang diadakan oleh unsa.

Siaran Jumat Kliwon

“Selamat malam kerabat Soraya. Bersama kami, Andi El Malik 103 dan Dimas Purnama 106 menghadirkan narasumber setia kita Mas Roy dalam Cerita Tengah Malam tiap hari kamis mulai pukul setengah sebelas hingga pukul satu dini hari. Bagi kerabat Soraya yang ingin membagi kisah mistisnya kepada kami silahkan terlepon di 1291170144 atau sms di 085640010144 bisa juga mention di facebook kami, Cerita Tengah Malam Soraya 144 Fm. Malam jumat kliwon, semoga ada cerita menarik malam ini untuk kita simak bersama. ”
Terdengar suara anjing menggonggong, derit pintu yang terbuka, suara tawa wanita dan jeritan yang amat keras dari speaker di ruang siaran. Andi mengatur panel frekuensi, menurunkun volume suara line mic satu dan dua. Telepon berdering, Andi mengangkatnya berbicara sebentar kemudian mencatat sesuatu dalam buku yang sudah tersedia di samping telepon.
Assalamualaikum..”
Waalaikum salam, dengan bapak siapa dan dari mana?” Tanya Dimas.
“Bapak Warno dari Semarang.”
“Okke nama dan alamat lengkap sudah kami simpan, silahkan Bapak langsung mulai cerita Bapak.”
“Begini Mas, sudah tiga bulan ini saya menempati sebuah rumah tua namun masih terlihat megah di sebuah kawasan elit di Semarang. Rumah itu besar dan bertingkat dua. Rumah ini baru kami beli beberapa hari sebelum saya menempatinya. Rumah ini dibeli oleh bos saya, dan rencananya rumah ini akan di jual kembali setelah bagian-begian tertentu selesai direnovasi. Saya ditugaskan bos saya untuk tinggal memantau jalannya renovasi hingga rumah ini terjual. Banyak hal aneh yang saya alami di rumah ini, kejadian aneh itu berasal dari sebuah kamar terlarang. Sebuah kamar yang oleh pemilik rumah sebelumnya melarang saya untuk masuk kamar itu.”
***
Malam sudah sangat larut, aku terjaga dari tidurku. Aku melihat jam weker yang berada di samping ranjangku, masih pukul 01.30. Aku berniat meneruskan tidurku, sudah kucoba namun mata ini tak mau terpejam. Dalam kegelisahan, samar aku mendengar suara wanita sedang merintih kesakitan. Batinku bertanya, suara siapa itu? Bukankah di rumah ini hanya ada aku dan Pak Damang, tukang kebun rumah ini? Kupertajam pendengaranku, kufokuskan perhatianku. Suara itu berasal dari kamar sebelah, kamar terlarang. Aku merinding. Ku tutup diriku dengan selimut, kurapalkan doa-doa, lalu kuberusaha pejamkan mata.
Lain hari, di suatu sore aku sedang tiduran di atas sofa di ruang tengah. Dalam keadaan setengah sadar, aku merasa seolah kakiku sedang di pijit-pijit. Samar aku melihat sesosok perempuan berambut panjang, bermata sipit, memakai gaun putih sedang memijit kakiku. Aku kucek mataku, tapi sosok wanita itu sudah menghilang entah kemana. Hal aneh lain pun sering saya alami, seperti mendengar suara derap langkah seseorang di tangga, kran yang tiba-tiba menyala sendiri, suara tawa anak kecil, denting suara garpu dan sendok ketika tengah malam dan lain-lain.
Di hari yang berbeda, aku masih sering mendengar rintihan wanita di tengah malam. Suara itu berasal dari kamar terlarang. Pernah aku mencoba membukanya dengan kunci yang aku miliki tapi gagal, pintunya tidak mau terbuka. Anehnya ketika pemilik rumah lama datang berkunjung, dan aku menceritakan soal tadi. Ibu pemilik rumah lama, mengernyit seoalah heran pada ceritaku namun aku juga menangkap ekspresi tidak sukanya terhadapku. Ketika itu pula ia mengajakku ke kamar terlarang, membuka pintunya menggunakan kunci yang ia miliki. Dan pintu itu berhasil terbuka.
***
“Yang saya tanyakan Mas Roy, apakah yang saya alami memang adanya seperti itu atau bagaimana? Dan apakah ia memang penghuni asli rumah ini dan berniat menganggu atau tidak? Terima kasih.”
Mas Warno mencukupkan ceritanya.
“Bagaimana ini Mas Roy?”
Nyuwun sewu Mas Warno, memang apa yang Anda alami terkait dengan sesosok wanita misterius itu memang apa adanya. Apa yang Anda alami tersebut merupakan salah satu bentuk interaksinya terhadap Anda, tidak ada niat menggangu dia hanya ingin menunjukkan eksistensi dirinya di rumah tersebut. Terkait dengan hal aneh yang anda alami, seperti denting suara garpu dan sendok, derap langkah seseorang, suara tawa anak kecil dan lain sebagainya itu merupakan wujud interaksi makhluk astral lainnya. Seperti seseorang yang merasa kesepian karena tinggal dirumah sendirian maka ia akan mengajak teman-temannya untuk datang bermain kerumah. Seperti itulah pengibaratannya.  Sosok wanita itu  merupakan makhluk astral penghuni asli rumah itu. Jika kita menghadap rumah Panjengenan, masuk di ruang tamu di sebuah sofa panjang dimana dibelakangnya ada lukisan bunga besar, disitulah tempat favorit makhluk astral tersebut. Justru yang membuat saya penasaran adalah kamar di lantai dua yang katanya dilarang untuk dibuka. Nyuwun sewu, Panjengenan ini menelepon dari mana? Apakah masih dirumah yang Anda ceritakan ini?”
Nggih Mas, saya sekarang menelepon dari rumah yang saya ceritakan, tepatnya saya berada di kamar saya dimana bersebelahan dengan kamar terlarang.”
Panjengenan sendirian?”
Nggih Mas, saya sendirian kebetulan Bapak Damang tukang kebun rumah ini tidur di lantai satu.”
“Coba Panjengenan ambil kunci kamar itu. Panjengenan nanti bisa telepon kami lagi ketika sedang off air, ada sesuatu yang tidak pantas jika dibicarakan secara on air.
“Ohh, nggih nggih nggih Mas Roy.”
Tiiittt ...
Sambungan telepon terputus.
“Baiklah kerabat Soraya, kita akan break terlebih dahulu. Sambil menunggu sms, telepon atau mention dari kerabat Soraya yang ingin share cerita mistisnya berikut akan kami putarkan sebuah lagu yang telah di request oleh Raka dari Kendal.”
Lagu slow rock tahun 90an mulai mengalun. Off air.
***
Assalamualaikum.
Waalaikum salam.” Balas Dimas di ujung telepon sana.
“Saya Warno, sekarang saya sudah membawa kunci kamar terlarang dan berada di depan pintu kamar tersebut. Sekarang apa yang mesti saya lakukan Mas?”
“Yang pertama Panjengan mesti noto ati dulu, niatkan untuk menolong jangan takut sesungguhnya dia tidak hendak menganggu. Tetap berdoa sebelum melakukan sesuatu, sandarkan semua pada Allah.”
Nggih Mas, nggih.
“Coba panjenengan buka pintunya.”
Bismillahirrohmanirrohim.
Ku ucap bacaan basmalah lirih dalam hati.
“Klik,”
Pintu perlahan terkuak. Gelap. Aku meraba sisi kanan di dinding, mencari saklar lampu. Seberkas cahaya menyinari kamar ini. Mataku mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk. Kulihat kondisi kamar ini masih sama seperti terakhir kali aku ke sini. Sebuah ranjang yang menghadap kearah selatan, disisi kanannya ada sebuah nakas kecil sedangkan di sisi kirinya berdiri sebuah almari baju, menghadap kebarat terdapat sebuah meja belajar terlihat buku-buku diatasnya, sementara itu tepat didepan pintu kamar sebuah jendela berdaun besar menyuguhkan pemandangan ke arah pekarangan rumah dengan aneka pohon dan bunganya.
“Coba panjengenan berjalan ke arah jendela besar yang berada tepat di hadapan panjengenan lalu sibak tirainya ke arah nakas disamping ranjang.”
Aku menuruti apa yang diinstruksikan oleh Mas Roy.
“Apakah anda merasakan sesuatu yang berbeda? Seperti perbedaan suhu dari anda di pintu, di jendela hingga di dekat nakas?”
“Iya Mas Roy, saya merasakan suhunya semakin hangat. Terutama ketika di dekat nakas.”
***
“Apakah njenengan mendengarnya Mas?” Andi bertanya pada Mas Roy.
“Ya, suara wanita merintih kesakitan dan minta tolong.” Balas Mas Roy.
“Suaranya terdengar lagi, dan semakin jelas.”Dimas menimpali.
Tolong.. tolong.. toloong.. tolonglah aku..
Benar saja, dari ruangan siaran radio itu terdengar suara rintihan wanita juga suara minta tolong. Suaranya begitu jelas. Terdengar begitu menyanyat dan pilu.
 “Halo Mas Warno, kami di ruangan siaran ini mendengar suara rintihan dan permintaan tolong dengan jelas. Apakah Anda disana juga mendengarnya?” Tanya Andi.
***
Aku mendengarnya. Aku mendengarnya semenjak aku masuk kamar ini. Semakin jelas, semakin jelas terdengar ketika aku mendekati nakas. Suara itu seolah tepat berada di samping telingaku, bahkan hingga gending telingaku. Suara itu terdengar begitu menyedihkan. Seolah ia tersayat beribu luka yang tak kunjung terobati. Luka yang begitu dalam dan menyakitkan.
Nyuwun sewu Mas, sebenarnya suara itu bersumber tepat disamping anda. Di sebelah nakas, ia sedang memandang ke arah jendela.”
Deg, bulu kudukku langsung merinding seketika. Ku pejamkan mata, berdoa pada yang Maha Kuasa memohon perlindungan-Nya.
***
Ku buka mataku. Aku masih berada di kamar ini, tapi ada yang berbeda. Dari sisi jendela tempatku berdiri, aku melihat seorang ibu terlihat sedang bertengkar dengan anaknya. Makian, teriakan keras, dan cacian terus Ibu itu lontarkan pada anaknya. Hingga..
“Plaakk!”
Ibu itu menampar anaknya dengan tamparan yang keras. Anak itu menangis sesenggukan. Ibunya berusaha pergi meninggalkannya. Anak itu berusaha menahannya pergi, tapi si Ibu menepisnya. Ia bahkan mendorong si anak hingga jatuh membentur sudut ranjang yang tajam. Si ibu tidak peduli, ia pergi meninggalkan si anak.
Darah segar mengalir dari sudut kepala si anak. Dengan darah dan sisa tenaga yang tersisa, ia mencoba merangkah ke arah nakas. Ia ambil pena dan kertas. Ia tuliskan sebaris kalimat disana.
Maafkan Mei ibu. Mei sayang ibu.
Darah segar terus mengalir membanjiri lantai keramik putih kamar tersebut. Aku mengenal mereka berdua. Aku pernah melihat mereka berdua. Si ibu yang pergi itu adalah Ibu pemilik rumah ini sebelumnya sedangkan si anak yang sedang terkapar, aku mengenalinya sebagai sesosok wanita misterius yang sering menampakkan dirinya di rumah ini.
***
“Halo, halo, halo Mas Warno, apakah njenengan bisa mendengar saya? Halo Mas Warno. ”
Suara Mas Roy di ujung telepon menyadarkanku. Kembali ku dapati diriku masih di dalam kamar ini, berdiri di dekat jendela besar.
“Iya Mas, saya bisa mendengar suara Mas Roy.”
“Apakah ada yang Anda dapatkan?”
“Iya sedikit, saya seolah dibawa kepada kenangan terakhir dirinya disini dan mengapa ia berada disini.”
“Apa yang njenengan lihat?”
“Saya melihat dia sedang bertengkar dengan ibunya. Dan terjadilah peristiwa itu, sebuah kecelakaan yang akhirnya menewaskannya. Namun sebelum ia meninggal ia sempat menulis. Maafkan Mei ibu. Mei sayang ibu.
Angin berdesir. Menebarkan dinginnya malam, hawa dingin yang merasuk hingga ke sendi-sendi tulang. Lirih, ku dengar suara seorang wanita. Seperti berbisik ia berucap padaku.
“Ambillah diariku di meja belajar, sampaikanlah pesanku.”
Aku menoleh ke asal suara, disampingku berdiri sesosok gadis bergaun putih berambut panjang dengan mata sipit sedang menatapku. Ku arahkan pandanganku ke arah meja belajar yang menghadap ke barat, benar aku menemukan sebuah buku disana. Sebuah buku yang masih terbuka halamannya. Dan ketika aku menoleh kesamping, sosok wanita itu sudah menghilang. Aku berjalan menuju meja belajar, mengambil diari gadis itu.
Semarang, 05 April 2013
Ibu maafkanlah aku, aku sadar aku salah. Sebetulnya kecelaan ini bukanlah hal yang aku ingini. Aku mencintai Mas Pram, saking cintanya aku padanya, sehingga aku kalap, dan terjadilah kecelakaan itu. Bayi ini tidak bersalah Bu, akulah yang salah. Akulah yang kalap. Aku sudah meminta Mas Pram bertanggung jawab, aku minta ia menikahiku selepas aku UN nanti. Tapi ia menolak, bahkan aku dianggap berdusta. Ia anggap bayi dari kandunganku, bukanlah anaknya. Ia bahkan menuduhku selingkuh, tapi tidak Bu. Aku tidak selingkuh. Aku hanya melakukan itu sekali, dengan Mas Pram. Dengan Mas Pram yang aku cintai, yang kini justru pergi meninggalkanku. Aku mencintainya, aku tak ingin Ibu menjebloskannya ke penjara.  Aku sadar aku salah. Aku kalap. Aku khilaf. Tapi Bu, aku ingin anak ini tetap hidup, aku tak ingin menggugurkannya. Aku ingin membesarkannya, aku ingin melihat ia terlahir ke dunia. Aku ingin ia dapat mendoakannku kelak. Aku ingin selalu didoakan oleh anakku.
Ibu maafkanlah aku. Maafkanlah aku yang tak sependapat denganmu. Maafkan aku, jika kelak Ibu tak jua setuju denganku. Biarlah aku yang pergi, biarlah aku yang menanggung derita ini sendiri. Biarlah orang-orang hanya mengetahui Mei anakmu pergi dari rumah. Aku tak ingin para tetangga menggunjingmu memliki anak yang hamil diluar nikah. Aku tak ingin. Maafkanlah aku Ibu. Selamat tinggal. Semoga Ibu berbahagia.
***
“Halo, halo Mas Warno. Njenengan bisa mendengar saya? Halo ..?”
Di seberang sana Dimas memanggil-manggil namaku membuat aku sadar aku tengah berbincang dengan Mas Roy.
“Iya Mas, saya masih mendengar.”
“Apakah frekuensi disana jelas?”
“Iya Mas jelas, saya bisa mendengar dengan jelas kok.”
“Apakah ada sesuatu terjadi disana?” Tanya Mas Roy.
Aku terdiam lama. Dan sosok itu tiba-tiba muncul dihadapanku. Begitu dekat. Ia meletakkan jari telunjukknya di depan bibir. Aku mengerti maksudnya.
“Tidak Mas saya tidak menemukan sesuatu.”
“Okke baiklah, sepertinya cukup sampai disini. Kami hanya bisa membantu seperti ini.”
“Iya Mas terima kasih.”
“Iya sama-sama.”
Tiiit ..
Telepon terputus. Diluar sana lagu-lagu slowrock tahun 90an terus mengalun. Sementara itu di studio tersisa tanya yang tak terjawab.
“Anda merasa Mas Roy kalau Mas Warno menyembunyikan sesuatu dari kita?” tanya Dimas penasaran.
“Ya dan memang seperti itu. Dan sebaiknya memang seperti itu.” Ucap Mas Roy menerawang jauh. Dimas dan Andi semakin di buat bingung oleh Mas Roy. Lagu hampir habis saatnya on air. Perlahan line mic satu dan dua dinaikkan. Dan ketika itu pula terdengar suara wanita mengucapkan terima kasih. Mas Roy tersenyum mendengarnya.
“Sama-sama, beristirahatlah dengan tenang.” Andi dan Dimas menoleh pada Mas Roy meminta penjelasan, tapi Mas Roy hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.
***

Noor Salamah, seorang penulis pemula yang sedang berusaha agar dapat menghasilkan karya-karya yang lebih baik dan bermanfaat. Lahir di Jepara, sekarang sedang menempuh S1 Pendidikan Luar Sekolah di Universitas Negeri Semarang. Beralamat di Jalan HM Syahid No. 11 Panggang Jepara kode pos 59411. Pembaca dapat mengirimkan kritik dan saran melalui, Fb: salma van licht, twitter: @salma_skylight, atau melalui e-mail : salamah_chan@yahoo.com.

0 komentar:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Follow

Popular Posts

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Jejak Sajak Salamah | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com