Cerpen ini merupakan cerpen yang lolos dalam event Sang Pengkhianat oleh AE Publishing. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi Anda. Selamat membaca.
Ada
Mama di antara Kami
Oleh
Noor Salamah
Bagaimana
mas kamu sanggup?
Mila
terus memandang pesan terkirim di ponselnya.
Malam
ini semuanya tiba-tiba menjadi begitu rumit. Baru pertama kali ini ia pacaran
dengan seorang laki-laki namanya Agung. Mila mulai dekat dengan Agung dari
sebuah komunitas yang sama-sama mereka ikuti yaitu komunitas film indie di kota
mereka. Secara resmi mereka sudah berpacaran satu bulan, namun baru satu minggu
yang lalu mereka jalan berdua. Satu bulan backstreet bukan hal yang
mudah bagi Mila. Harus lirih ketika menelepon. Harus berbohong ketika ingin
pergi berdua. Dan berbagai alasan lain demi menutupi hubungan mereka. Mila
mulai bosan. Rasa bersalah itu pelan-pelan hadir di lubuk jiwanya. Maka malam
itu, ketika Mila dan Mamanya berada berdua di dalam kamar, Mila pun
menceritakan semuanya. Seolah ia sedang melakukan pengakuan dosa. Mama begitu
marah dan kecewa mendengar putri satu-satunya yang begitu ia sayangi telah
berani pacaran. Tangis Mama membuncah tanpa bisa dibendung.
“Oke,
baiklah jika Mila memang suka dengan Agung. Tapi sudahkah Mila mengenal betul
bagaimana bobot, bibit dan bebetnya? Maksud Mama tentang bagaimana nasab,
kualitas agama, kemapanan. Apakah Mila yakin Agung dapat menjadi imammu yang
baik? Apakah Agung selalu salat lima waktu?” Mila menggeleng. “Apakah Agung
pandai mengaji?” Sekali lagi Mila menggeleng. “Ketahuilah Mila, sebaik-baiknya
standar pengukuran baik-buruk sesorang adalah agama. Dimulai dari seberapa
rajin dan taat ia salat. Pikirkanlah juga Mila, di dekatmu ada seseorang pria,
seseorang pria yang juga menyukaimu. Mama tau betul tentang dia, tentang bobot,
bibit, dan bebetnya. Mama harap kamu tidak serta merta mengabaikannya. Ia
adalah calon imam yang baik juga calon mantu yang baik. Jangan terlalu gegabah
memutuskan hal ini.”
“Tapi
aku yakin Mas Agung pasti bisa berubah. Ia pasti mau berubah demi aku.” Mama
hanya mengangkat bahu dan pergi. Meninggalkan Mila yang kebingungan dengan
situasi ini.
Apapun
yang Mas pikirkan saat ini. Aku harap besok sore, pukul 15.30 Mas Agung bisa
datang ke rumah menemui Mama. Mas Agung sudah tau situasiku, ku harap Mas Agung
bisa meyakinkan Mama. Love U.
Send
to Mas Agung..
***
Makanan
sudah tersaji di meja sedari tadi. Sudah pukul 16.00, tiga puluh menit dari
waktu yang dijanjikan dan Mas Agung belum juga nampak batang hidungnya.
“Apakah
ia akan datang Mila? dia sudah terlambat tiga puluh menit,” tanya Mama.
“Entahlah
Ma, dia tidak membalas pesanku. Namun aku tetap berharap ia akan datang.”
Pukul
16.30, satu jam dari waktu yang sudah di janjikan.
“Mama,
dia tidak datang.” Dengan lemas Mila mengabarkan ketidak datangan Mas Agung.
***
Semilir
angin pantai utara yang segar serta ombak pantai yang tak terlalu tinggi
nampaknya cukup menghibur hati Mila yang dirundung kecewa. Sesaat Mila dapat
melupakan hal buruk tadi sore, namun itu tak lama.
“Mas
Agung?!” Teriak Mila keras sekali. Orang yang diteriaki menoleh, sesaat kaget
melihat Mila namun mukanya berubah menjadi santai kembali. “Mas Agung kenapa
disini? Mas Agung tau tidak betapa aku mengharapkan kehadiranmu di rumah,
menemui Mama. Menyakinkan Mama, bahwa kamu akan berubah demi aku demi cintamu
padaku. Nyatanya kamu malah asyik berduan dengan cewek lain?! Keterlalauan!”
“Sudahlah
Mila. Cukuplah sampai disini hubungan kita. Kau sebenarnya tau aku tidak bisa
berubah, apalagi menjadi sesuai standar Mamamu. Apalah itu, sholat lima waktu?
Mengaji dengan tartil? bah, terlalu berat untukku. Aku tak mau menjanjikanmu
yang muluk-muluk. Dan satu lagi apa kau yakin cinta yang kau percayai mampu
merubah diriku? ahh, aku bahkan tidak yakin masih ada cinta itu lagi setelah
tahu standar Mamamu. Lebih baik kau pergi saja, turuti permintaan Mamamu
menikahlah dengan pria pilihannya. Aku rasa itu lebih baik bagimu juga bagiku.
Karena kini aku pun sudah punya pilihan baru.” Dengan tersenyum mesra Mas Agung
merangkul wanita disampingnya.
Betapa sakit hati Mila. Inikah balasan Mas Agung
atas usaha Mila mempertahankannya? Mila berusaha matian-matian membelanya di
hadapan Mama. Berusaha menyakini cinta Mas Agung untuk Mila adalah utuh dan
sejati, tapi nyatanya tidak. Cinta Agung hanya semu dan terbagi. Sambil
menitikkan air mata di sela suara debur ombak yang semakin kencang, perlahan
Mila menyesali keputusannya.
“Maafkan
Mila, Ma. Mama benar, hanya agama yang mampu menjadi standar pasti seseorang
itu baik atau buruk, layak atau tidak jadi calon suami Mila. Terima kasih Mama
telah ada di antara kami,” ucap Mila lirih.
***
Biodata
Penulis
Noor
Salamah, lahir di Jepara pada tanggal 23 Juni 1994. Merupakan putri pasangan M.
Ma’ruf (Alm) dengan Ibu S. Muzaronah. Menyukai dunia tulis menulis semenjak
SMP. Sekarang sedang menempuh S1 Jurusan Pendidikan Luar Sekolah di Unversitas
Negeri Semarang. Pembaca bisa menghubunginya melalui Facebook : salma van
licht, twitter : @salma_skylight atau e-mail : salamah_chan@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar