Read More

Slide 1 Title Here

Slide 1 Description Here
Read More

Slide 2 Title Here

Slide 2 Description Here
Read More

Slide 3 Title Here

Slide 3 Description Here
Read More

Slide 4 Title Here

Slide 4 Description Here
Read More

Slide 5 Title Here

Slide 5 Description Here

Rabu, 24 Februari 2016

CINTA BERSEMI DI GENTING RUMAH MERTUA

CINTA BERSEMI DI GENTING RUMAH MERTUA

Jalil pikir ia telah mengenal Fatiya dengan baik, sangat baik bahkan hingga ia berprasangka segala hal tentang Fatiya telah menjadi segala hal tentang Jalil juga. Ia sudah mengenal Fatiya sejak ia masih gemar memanjat pohon mangga Pak Ismun, tetangga mereka yang luar biasa galaknya. Ia mengenal Fatiya sejak ia masih usil dengan ayam babonnya Pak Jajang. Salah satu hal yang paling sering mereka lakukan adalah naik ke atas genting Pak Daman ketika mereka ketahuan mencuri mangga Pak Ismun. Pak Ismun yang memang takut ketinggian tak berani mengambil anak tangga untuk menyeret mereka turun. Alhasil Pak Ismun hanya bisa marah-marah dari bawah hingga tengkuknya pegal karena terlalu lama mendongak dan mulutnya kehabisan air ludah. Sementara itu Ibu Sutinah hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan putri sulungnya yang liar sedang berbuat onar, dan Pak Daman tertawa kecil menyaksikan peristiwa itu, sebuah peristiwa yang sering terjadi. Bahkan nasehat, omelan, dan kemarahan tidak akan mempan kepada Fatiya.
Jalil dan Fatiya tumbuh, besar dan berkembang bersama. Mereka menghabiskan masa SMP dengan keonaran yang selalu bikin heboh kampung. Fatiya, gadis tomboi, enerjik, penuh semangat, ceplas-ceplos, dan jail. Jalil ingat ia pertama kali melihat Fatiya saat ia sedang berjalan di sepanjang gang menuju warung Mpok Inem. Saat itu ia baru beberapa hari menginjakkan kaki di kampung, dan ia baru mengenal dua orang tetangganya, yang pertama Mpok Inem dan yang ke dua Pak Darman salah satu Ustadz yang mengajar di Mushola Nurul Iman. Sedang asyik menikmati Es Kado, sebuah benda keras berlendir jatuh tepat di atas kepala Jalil.
“Oey! Siapa itu disana yang main lempar biji mangga!” teriak Jalil keras sambil mendongak ke arah Pohon Mangga.
“Aku. Emang kenapa?! Masalah buat loe?!”
Tiba-tiba saja seorang gadis jatuh mendarat dari atas pohon tepat ke hadapan Jalil. Gadis itu mengenakan celana panjang gombrong ala tentara, kaus oblong sesikut berwarna hitam, dengan rambut cepak tapi beranting. Jika bukan karena anting-anting emas berbandul hati tentu ia akan mengira bahwa yang dihadapannya adalah anak laki-laki bukan anak perempuan.
“Jelas masalah dong. Gara-gara kamu kepalaku jadi sakit mana kotor lagi. Ayo ganti rugi!”
“Ogah! Kamu yang punya masalah dengan kepala dan rambutmu ya kamu sendiri yang tanggung jawab.
Fatiya kemudian meninggalkan Jalil. Jalil berusaha menghentikan langkah Fatiya, bersikeras meminta Fatiya bertanggung jawab. Disisi yang lain Fatiya bersikeras untuk menolak permintaan tanggung jawab itu. Adu mulut tak bisa dihindari, suara mereka yang keras melengking bahkan sampai mengusik Pak Ismun.
“Hei kalian! anak-anak nakal berisik sekali kalian.  Suara kalian itu sampai mengganggu mangga-mangga bapak lagi masak. Kalian mau diam atau bapak diamkan?”
Fatiya mengambil ancang-ancang untuk lari, Fatiya harus lari sebelum Bapak Ismun sadar bahwa mangganya telah dicuri.
“Bukan saya Pak yang mulai, tapi gadis ini duluan,” bela Jalil.
“Bukan urusan Bapak siapa yang salah, pokoknya kalian tidak boleh berisik karena Bapak tak ingin tumbuh kembang mangga kesayangan bapak jadi terhambat.”
“Mana ada mangga Pak?” dengan polos Jalil bertanya. Jalil memang melihat pohon mangga tapi tidak melihat buahnya.
“Buta ya mata kau?! Itu mangga banyak sekali kau tak lihat?”
Betapa keget Pak Ismun melihat mangganya sepi tak ada yang terlihat. Dalam benaknya tercetak satu nama sebagai tersangka pencurian.
“FATIYAAAAA!!!”
Hap, dengan gesit Fatiya segera berlari tak lupa memaksa Jalil untuk ikut berlari juga. Menjauh dari amukan si monster pelit, Pak Ismun. Jalil yang tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi hanya menurut dan mengikuti Fatiya, bahkan ketika Fatiya memaksanya untuk menaiki genting rumahnya. Di atas genting itulah Fatiya memperkenalkan diri, dan berawal dari kejadian itu mereka akhirnya bersahabat.
Waktu berjalan cepat mereka tumbuh dan berkembang bersama hinggga SMA. Masa SD hingga SMA itu mereka lalui dengan penuh canda dan tawa. Hingga sebuah peristiwa penting nan bersejarah itu membuat sedikit banyak takdir mereka berubah. Rencana untuk kuliah di universitas yang sama pun pupus di tengah jalan.
Tepat di jum’at ketiga bulan Maret Pak Daman ayah Fatiya meninggal. Duka tidak saja menghinggapi Fatiya dan Ibu Sutinah namun juga seluruh warga kampung. Pak Daman dikenal sebagai orang yang soleh, arif bijaksana, adil, dan penyanyang. Semua orang merasa kehilangan sosok Pak Daman. Bagi Jalil sendiri, Pak Daman adalah bapak yang sungguh luar biasa. Tiga hari setelah meninggal, Ibu Sutinah menyampaikan bahwa ada wasiat dari Pak Daman kepada Fatiya. Wasiat itu adalah meminta Fatiya untuk menuntut ilmu di pondok pesantren tempat dulu bapaknya juga menuntut ilmu dan ia harus pergi semester depan ketika tahun ajaran baru. Fatiya terdiam. Fatiya sadar sebagai wasiat dari Bapak yang sudah meninggal permintaan ini harus ditaati. Kepergian Fatiya membuat hati Jalil gundah. Bayangan kehilangan Fatiya sudah terlebih dulu membuat ia gila, hinggga sakit dan tidak bersemangat melakukan segala hal. Kedua orang tua Jalilpun menjadi cemas. Ayah Jalil, Bapak Adnan yang memang dekat dengan putranya menduga penyebab kelesuan Jalil adalah Fatiya. Malam itu di bulan purnama di bawah gerlap gemintang, dengan di temani dengan kopi dan susu coklat serta karamel pisang Pak Adnan dan Jalil mengobrol santai. Dan sebuah pertanyaan sederhana dari Pak Adnan membuat Jalil terdiam, tak serta merta menjawab namun dari mukanya yang memerah itu terjawab sudah bahwa Jalil telah jatuh cinta pada Fatiya. Tanpa sepengetahuan Jalil, Pak Adnan beserta istrinya datang ke rumah Fatiya. Pak Adnan berencana menjodohkan Jalil dengan Fatiya. Tanpa pikir panjang Ibu Sutinah menyetujuinya, ia mereka Jalil dan Fatiya adalah pasangan yang serasi. Mereka pasti menyetujui perjodohan ini meski tanpa sepengetahuan mereka karena mereka sebenarnya telah saling jatuh cinta.
Baru satu bulan yang lalu mereka bertemua setelah sekian lama. Banyak perubahan yang terjadi. Di mata Jalil Fatiya benar-benar telah berubah, dari penampilan hingga tingkah lakunya. Baik Fatiya maupun Jalil telah lulus dari perguruan tinggi, selama masa sebelum itu mereka tak saling menghubungi. Pagi ketika Pak Adnan meminta Jalil mengantar rantang rendang sapi ke rumah Fatiya, saat itulah terdengar kentongan dipukul dengan kerasnya. Semua orang berteriak.
“Banjir besar! Banjir besar!”
Jalil dan Fatiya saling berpandangan. Jalil kemudain berinisiatif mengajak Fatiya memanjat genting, berusaha mengamankan diri. Air bah luapan tanggul segera menyebar ke seluruh kampung, tinggi air mencapai satu setengah meter lebih. Rumah-rumah warga terendam. Dan disinilah mereka seperti warga lainnya, duduk diatas genting rumah memandang luapan air bah. Lama Jalil dan Fatiya hanya saling diam.
“Aku lapar, makan rendang yuk,” ajak Jalil sambil membuka rantang berisi rendang. Mereka pun makan berdua. “Kau tau apa yang aku lakukan saat ini selain makan bersamamu?” Fatiya menggeleng. “Aku sedang mengenang saat pertama kita berkenalan, bukankan di atas genting ini pula kita berkenalan. Aku merasa setelah kita berpisah lama sekali, satu sama lain dari kita menjadi canggung. Mungkin kita harus berkenalan lagi. Perkenalkan namaku Jalil bin Adnan. Masih mencintai satu orang gadis meskipun kelihatannya ia telah berubah banyak.”
“Aku Fatiya binti Darman. Masih sama seperti dulu, meski ada beberapa hal yang berubah. Salah satunya aku masih mencintai pria yang pernah aku jatuhkan biji mangga ke atas kepalanya,” Fatiya tersenyum jail kepada Jalil.
Hati Jalil menjadi bergetar. Sudah sejak lama ia tidak melihat senyum seperti itu. Senyum yang dulu selalu menghiasi hari-hari Jalil. Satu senyum itu telah membangkitkan sejuta asa di hati Jalil. Membuat kuncup-kuncup bunga cinta itu bermekaran bak di musim semi. Satu senyum itu telah meyakinkan Jalil bahwa Fatiya yang dulu ia kenal tidak berubah. Ia tetaplah Fatiya yang Jalil cinta.
***



Biodata penulis

Noor Salamah, lahir pada hari kamis 23 Juni 1994 di Jepara. Putri pasangan M. Ma’ruf (alm) dan S.Muzaronah menyukai dunia menulis sejak SMP. Saat ini ia kuliah S1 Prodi Pendidikan Nonformal Unnes. Salamah bisa dihubungi via Fb: salma van licht, twitter : @salma_skylight atau e-mail: salamah_chan@yahoo.com, cp: 089668214948
Read More

SKB UNTUK BANGSA

SKB UNTUK BANGSA

Bangsa ini tidak bisa disebut sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat apabila dalam hal pendidikan saja hak setiap warga negara tidak bisa terpenuhi. Bangsa ini tidak bisa disebut sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat apabila belum mampu menemukan serta memaknai ciri khas dan keunikan pendidikan lokal yang tepat untuk kemajuan bangsa. Bangsa ini tidak bisa disebut sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat jika semua elemen bangsa tidak bisa gotong-royong memajukan pendidikan bangsa.
Sebagaimana kita ketahui bersama pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia sebagai upaya untuk mencapai cita-cita konstitusi yang termaktub dalam undang-undang dasar 1945. Sebagai kebutuhan dasar, pendidikan wajib dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini selain merupakan amanat konstitusi namun juga menjadi satu-satunya jalur untuk mewujudkan bangsa yang maju, merdeka dan berdaulat. Mengapa demikian? Karena hanya melalui pendidikan pola pikir bisa berubah yang bermuara pada perubahan prilaku. Tentu saja perubahan disini menuju ke hal yang lebih baik. Banyak orang mempercayai keberhasilan hanya bisa ditempuh melalui jalur pendidikan formal dari SD hingga S1,S2, S3,S4 dan S-S lainnya. Tak cukup banyak yang sadar dan paham bahwa disisi lain dunia pendidikan ini ada pendidikan nonformal yang juga mempengaruhi keberhasilan pendidikan bangsa. Justru tanpa adanya pendidikan nonformal, pendidikan akan terlihat angkuh dan arogan. Bagaimana tidak? Pendidikan, apabila hanya mengandalkan pendidikan formal tentu tidak akan menjangkau semua lapisan masyarakat. Apakah ada layanan pendidikan yang benar-benar murah bahkan gratis bagi masyarakat miskin? Apakah ada layanan pendidikan bagi mereka masyarakat miskin yang sibuk bekerja? Apakah ada layanan pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung? Apakah ada layanan pendidikan bagi mereka kaum pinggiran dan marginal? Tidak. Pendidikan formal takkan mampu menjangkau itu semua seorang diri. Pendidikan formal membutuhkan partner dan partner yang paling tepat adalah pendidikan nonformal. Sesuai dengan fungsi pendidikan nonfomal yaitu sebagai pelengkap, penambah dan pengganti pendidikan formal, pendidikan nonformal bagaikan sahabat sejati pendidikan formal dimana mereka saling melengkapi.
            “Kementrian pendidikan dan kebudayaan akan memulai rintisan Wajib Belajar atau wajar 12 tahun pada tahun 2016.”
Begitulah berita yang dilansir dari Antaranews.com (23/06/2015). Berdasarkan laporan Unicef pada tahun 2012, menyatakan bahwa sebanyak 2,3 juta anak usia 7-15 tahun yang tidak bersekolah provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat yang yang memiliki penduduk terbanyak, setidaknya terdapat 42% anak putus sekolah. Sedangkan menurut Data Kementerian Pendidikan (Voice of America, 12-02-2013) menunjukkan setiap tahunnya lebih dari 1,5 juta anak tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Unicef juga menyatakan bahwa anak-anak dari keluarga miskin memiliki kemungkinan empat kali lebih besar untuk putus sekolah dibanding dari keluarga kaya. Kondisi ini menghawatirkan mengingat wajib belajar 12 yang sedang di gadang pemerintah. Ada banyak sebab mengapa seorang anak bisa sampai putus sekolah, secara sederhana ada dua faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal rendahnya motivasi/ minat anak untuk bersekolah dan mengidap suatu penyakit dan faktor eksternal seperti keterbatasan ekonomi orang tua, faktor sosial/ budaya dan faktor geografis (Mutiara: 2014)
SKB merupakan sebuah unit pelaksana teknis daerah dibawah naungan dinas pendidikan kebudayan daerah. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam menjalankan amanat konstitusi. Beberapa kegiatan yang diselenggaran adalah program kesetaraan paket B (setara SMP), paket C (setara SMA), pendidikan anak usia dini, kursus, Life skill, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat. Peraturan Mentri Pendidikan (Permendiknas) No. 03 Tahun 2008 tentang standar proses pendidikan kesetaraan menyatakan bahwa alasan mengapa harus ada standar proses karena kondisi sosial-kultural yang beragam, kesempatan dan kecepatan belajar yang beragam.  Disamping itu adanya tuntutan mencetak lulusan yang bermutu membuat perlu adanya standar pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C  harus dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,  memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Banyak manusia matahari yang mendedikasikan dirinya untuk bangsa ini melalui SKB. Mereka orang hebat yang memiliki mental baja, semangat bara api dan keahlian yang berbeda-beda dimana dengan itu mereka saling melengkapi. Satu hal yang saya sadari betul, mereka semua adalah manusia pembelajar sejati yang siap untuk belajar segala hal baru. Sikap ini penting, mengingat mereka akan menjadi garda terdepan penggerak perubahan. Mereka rela menempuh perjalanan malam hanya untuk mengajar warga belajar paket C meskipun jarak yang mereka tempuh sangat jauh dengan medan yang tak mudah. kesepakatan telah dibuat dengan warga belajar. Pendekatan dari pintu ke pintu untuk menyuarakan ayo belajar pun di lakukan. Selain itu, mereka juga begitu memperhatikan standar pendidikan nasional terhadap pendidikan kesetaraan, ada di dalamnya standar proses, standar isi, standar biaya, standar sarana-prasarana. Bayangkan sebuah pendidikan setara SMA dalam program kejar paket, warga belajar hanya akan mengerluarkan uang SPP sebesar 25-30 ribu. Biaya itu hanya untuk membayar tutor serta ujian nasional. Pada warga belajar kejar paket C di Polosiri Bawen hal itu terjadi. Kebanyakan warga belajar adalah warga putus sekolah yang sekarang bekerja di garment. Tentu kondisinya berbeda di pendidikan formal dimana siswa belajar di gedung megah, berseragam, bersepatu, usia relatif sama, wajib membeli buku, peraturan kaku dll. Pembelajaran di Polosiri berlangsung di gedung masjid lama dimana hanya tersedia papan tulis, itu sudah cukup untuk memenuhi standar sarana-prasarana. Tenaga pengajarnya sesuai standar yaitu minimal S1. Bagi mereka warga belajar kejar paket C tersedia beasiswa Indonesia Pintar yang bisa diakses dengan syarat dan ketentuan khusus, diantaranya usia maksimal 21 tahun. Banyaknya nominal beasiswa adalah satu juta pertiap tahun ajaran. Berdasarkan standar isi, kurikulum program kesetaraan sama seperti kurikulum di formal, perbedaanya hanya terletak pada komposisinya. Pembelajaran kejar paket tidak saja mentitikberatkan pada kognitif, namun juga skill dimana warga belajar diberikan keterampilan fungsional yang bisa membantu kehidupannya diantaranya adalah membatik, memasak, menjahit, membuat kerajinan tangan dll.
Penting untuk dicatat dan diperhatikan, bahwa seyogyanya setiap pelaksana kejar paket haruslah memperhatikan standar-standar yang sudah di atur oleh pemerintah agar mewujudkan lulusan yang bermutu dan berkompetensi unggul. Sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standar Isi untuk program paket A, B, dan C.Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang tenaga kependidikan. Terwujudnya pendidikan yang bermutu menuju bangsa yang memiliki kehidupan yang cerdas harus disokong oleh semua pihak pemerintah, keluarga dan masyarakat. Percayalah kemerdekaan dan kedaulatan sejati bangsa Indonesia tidak akan di dapat apabila warga masyarakatnya berhenti belajar. Ingatlah pula bahwa tanggung jawab mencerdaskan bangsa tidak hanya dibebankan pada pemerintah, tapi juga segenap warga masyarakat Indonesia.

Sumber
1.      Farah, Mutiara. 2014. Faktor Penyebab Putus Sekolah Dan Dampak Negatifnya Bagi Anak. Universitas Muhamadiyah Surakarta
2.      Ghofar, M. 2015. “Kemendikbud: Wajib Belajar 12 Tahun dimulai 2016.” Terbit pada 23 Juni 2015. Di unduh pada tanggal 13 Agustus 2015 di  http://www.antaranews.com/berita/503076/kemendikbud-wajib-belajar-12-tahun-dimulai-2016
3.      Wardah, Fathiyah. 2013. “Pemerintah Indonesia Canangkan Gerakan Anti Putus Sekolah.” Terbit pada 12 Februari 2013. Di unduh pada tanggal 13 Agustus 2015 di  http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-indonesia-canangkan-gerakan-anti-putus-sekolah/1601826.html
4.      Laporan Unicef tahun 2012
5.      Fathurrohman, Muhammad. 2012. “Sistem Kejar Paket dalam kebijakan pendidikan nasional” di akses pada tanggal 15 Agusttus 2015 di laman muhfathurrohamn http://www.worpress.com 
Profil :
Noor Salamah, masih berstatus mahasiswa Prodi Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Semarang.




Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Follow

Popular Posts

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Jejak Sajak Salamah | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com