CINTA
BERSEMI DI GENTING RUMAH MERTUA
Jalil
pikir ia telah mengenal Fatiya dengan baik, sangat baik bahkan hingga ia
berprasangka segala hal tentang Fatiya telah menjadi segala hal tentang Jalil
juga. Ia sudah mengenal Fatiya sejak ia masih gemar memanjat pohon mangga Pak
Ismun, tetangga mereka yang luar biasa galaknya. Ia mengenal Fatiya sejak ia
masih usil dengan ayam babonnya Pak Jajang. Salah satu hal yang paling sering
mereka lakukan adalah naik ke atas genting Pak Daman ketika mereka ketahuan
mencuri mangga Pak Ismun. Pak Ismun yang memang takut ketinggian tak berani
mengambil anak tangga untuk menyeret mereka turun. Alhasil Pak Ismun hanya bisa
marah-marah dari bawah hingga tengkuknya pegal karena terlalu lama mendongak
dan mulutnya kehabisan air ludah. Sementara itu Ibu Sutinah hanya bisa
geleng-geleng kepala menyaksikan putri sulungnya yang liar sedang berbuat onar,
dan Pak Daman tertawa kecil menyaksikan peristiwa itu, sebuah peristiwa yang
sering terjadi. Bahkan nasehat, omelan, dan kemarahan tidak akan mempan kepada
Fatiya.
Jalil
dan Fatiya tumbuh, besar dan berkembang bersama. Mereka menghabiskan masa SMP
dengan keonaran yang selalu bikin heboh kampung. Fatiya, gadis tomboi, enerjik,
penuh semangat, ceplas-ceplos, dan jail. Jalil ingat ia pertama kali melihat Fatiya
saat ia sedang berjalan di sepanjang gang menuju warung Mpok Inem. Saat itu ia
baru beberapa hari menginjakkan kaki di kampung, dan ia baru mengenal dua orang
tetangganya, yang pertama Mpok Inem dan yang ke dua Pak Darman salah satu
Ustadz yang mengajar di Mushola Nurul Iman. Sedang asyik menikmati Es Kado,
sebuah benda keras berlendir jatuh tepat di atas kepala Jalil.
“Oey!
Siapa itu disana yang main lempar biji mangga!” teriak Jalil keras sambil
mendongak ke arah Pohon Mangga.
“Aku.
Emang kenapa?! Masalah buat loe?!”
Tiba-tiba
saja seorang gadis jatuh mendarat dari atas pohon tepat ke hadapan Jalil. Gadis
itu mengenakan celana panjang gombrong ala tentara, kaus oblong sesikut
berwarna hitam, dengan rambut cepak tapi beranting. Jika bukan karena
anting-anting emas berbandul hati tentu ia akan mengira bahwa yang dihadapannya
adalah anak laki-laki bukan anak perempuan.
“Jelas
masalah dong. Gara-gara kamu kepalaku jadi sakit mana kotor lagi. Ayo ganti
rugi!”
“Ogah!
Kamu yang punya masalah dengan kepala dan rambutmu ya kamu sendiri yang
tanggung jawab.
Fatiya
kemudian meninggalkan Jalil. Jalil berusaha menghentikan langkah Fatiya,
bersikeras meminta Fatiya bertanggung jawab. Disisi yang lain Fatiya bersikeras
untuk menolak permintaan tanggung jawab itu. Adu mulut tak bisa dihindari,
suara mereka yang keras melengking bahkan sampai mengusik Pak Ismun.
“Hei
kalian! anak-anak nakal berisik sekali kalian.
Suara kalian itu sampai mengganggu mangga-mangga bapak lagi masak.
Kalian mau diam atau bapak diamkan?”
Fatiya
mengambil ancang-ancang untuk lari, Fatiya harus lari sebelum Bapak Ismun sadar
bahwa mangganya telah dicuri.
“Bukan
saya Pak yang mulai, tapi gadis ini duluan,” bela Jalil.
“Bukan
urusan Bapak siapa yang salah, pokoknya kalian tidak boleh berisik karena Bapak
tak ingin tumbuh kembang mangga kesayangan bapak jadi terhambat.”
“Mana
ada mangga Pak?” dengan polos Jalil bertanya. Jalil memang melihat pohon mangga
tapi tidak melihat buahnya.
“Buta
ya mata kau?! Itu mangga banyak sekali kau tak lihat?”
Betapa
keget Pak Ismun melihat mangganya sepi tak ada yang terlihat. Dalam benaknya
tercetak satu nama sebagai tersangka pencurian.
“FATIYAAAAA!!!”
Hap,
dengan gesit Fatiya segera berlari tak lupa memaksa Jalil untuk ikut berlari
juga. Menjauh dari amukan si monster pelit, Pak Ismun. Jalil yang tak mengerti
apa yang sebenarnya terjadi hanya menurut dan mengikuti Fatiya, bahkan ketika
Fatiya memaksanya untuk menaiki genting rumahnya. Di atas genting itulah Fatiya
memperkenalkan diri, dan berawal dari kejadian itu mereka akhirnya bersahabat.
Waktu
berjalan cepat mereka tumbuh dan berkembang bersama hinggga SMA. Masa SD hingga
SMA itu mereka lalui dengan penuh canda dan tawa. Hingga sebuah peristiwa
penting nan bersejarah itu membuat sedikit banyak takdir mereka berubah.
Rencana untuk kuliah di universitas yang sama pun pupus di tengah jalan.
Tepat
di jum’at ketiga bulan Maret Pak Daman ayah Fatiya meninggal. Duka tidak saja
menghinggapi Fatiya dan Ibu Sutinah namun juga seluruh warga kampung. Pak Daman
dikenal sebagai orang yang soleh, arif bijaksana, adil, dan penyanyang. Semua
orang merasa kehilangan sosok Pak Daman. Bagi Jalil sendiri, Pak Daman adalah
bapak yang sungguh luar biasa. Tiga hari setelah meninggal, Ibu Sutinah
menyampaikan bahwa ada wasiat dari Pak Daman kepada Fatiya. Wasiat itu adalah
meminta Fatiya untuk menuntut ilmu di pondok pesantren tempat dulu bapaknya
juga menuntut ilmu dan ia harus pergi semester depan ketika tahun ajaran baru.
Fatiya terdiam. Fatiya sadar sebagai wasiat dari Bapak yang sudah meninggal
permintaan ini harus ditaati. Kepergian Fatiya membuat hati Jalil gundah.
Bayangan kehilangan Fatiya sudah terlebih dulu membuat ia gila, hinggga sakit
dan tidak bersemangat melakukan segala hal. Kedua orang tua Jalilpun menjadi
cemas. Ayah Jalil, Bapak Adnan yang memang dekat dengan putranya menduga
penyebab kelesuan Jalil adalah Fatiya. Malam itu di bulan purnama di bawah
gerlap gemintang, dengan di temani dengan kopi dan susu coklat serta karamel
pisang Pak Adnan dan Jalil mengobrol santai. Dan sebuah pertanyaan sederhana
dari Pak Adnan membuat Jalil terdiam, tak serta merta menjawab namun dari
mukanya yang memerah itu terjawab sudah bahwa Jalil telah jatuh cinta pada
Fatiya. Tanpa sepengetahuan Jalil, Pak Adnan beserta istrinya datang ke rumah
Fatiya. Pak Adnan berencana menjodohkan Jalil dengan Fatiya. Tanpa pikir
panjang Ibu Sutinah menyetujuinya, ia mereka Jalil dan Fatiya adalah pasangan
yang serasi. Mereka pasti menyetujui perjodohan ini meski tanpa sepengetahuan
mereka karena mereka sebenarnya telah saling jatuh cinta.
Baru
satu bulan yang lalu mereka bertemua setelah sekian lama. Banyak perubahan yang
terjadi. Di mata Jalil Fatiya benar-benar telah berubah, dari penampilan hingga
tingkah lakunya. Baik Fatiya maupun Jalil telah lulus dari perguruan tinggi,
selama masa sebelum itu mereka tak saling menghubungi. Pagi ketika Pak Adnan
meminta Jalil mengantar rantang rendang sapi ke rumah Fatiya, saat itulah
terdengar kentongan dipukul dengan kerasnya. Semua orang berteriak.
“Banjir
besar! Banjir besar!”
Jalil
dan Fatiya saling berpandangan. Jalil kemudain berinisiatif mengajak Fatiya
memanjat genting, berusaha mengamankan diri. Air bah luapan tanggul segera
menyebar ke seluruh kampung, tinggi air mencapai satu setengah meter lebih. Rumah-rumah
warga terendam. Dan disinilah mereka seperti warga lainnya, duduk diatas
genting rumah memandang luapan air bah. Lama Jalil dan Fatiya hanya saling
diam.
“Aku
lapar, makan rendang yuk,” ajak Jalil sambil membuka rantang berisi rendang.
Mereka pun makan berdua. “Kau tau apa yang aku lakukan saat ini selain makan
bersamamu?” Fatiya menggeleng. “Aku sedang mengenang saat pertama kita
berkenalan, bukankan di atas genting ini pula kita berkenalan. Aku merasa
setelah kita berpisah lama sekali, satu sama lain dari kita menjadi canggung.
Mungkin kita harus berkenalan lagi. Perkenalkan namaku Jalil bin Adnan. Masih
mencintai satu orang gadis meskipun kelihatannya ia telah berubah banyak.”
“Aku
Fatiya binti Darman. Masih sama seperti dulu, meski ada beberapa hal yang
berubah. Salah satunya aku masih mencintai pria yang pernah aku jatuhkan biji
mangga ke atas kepalanya,” Fatiya tersenyum jail kepada Jalil.
Hati Jalil menjadi bergetar. Sudah sejak lama ia tidak melihat
senyum seperti itu. Senyum yang dulu selalu menghiasi hari-hari Jalil. Satu
senyum itu telah membangkitkan sejuta asa di hati Jalil. Membuat kuncup-kuncup
bunga cinta itu bermekaran bak di musim semi. Satu senyum itu telah meyakinkan
Jalil bahwa Fatiya yang dulu ia kenal tidak berubah. Ia tetaplah Fatiya yang
Jalil cinta.
***
Biodata
penulis
Noor
Salamah, lahir pada hari kamis 23 Juni 1994 di Jepara. Putri pasangan M. Ma’ruf
(alm) dan S.Muzaronah menyukai dunia menulis sejak SMP. Saat ini ia kuliah S1
Prodi Pendidikan Nonformal Unnes. Salamah bisa dihubungi via Fb: salma van
licht, twitter : @salma_skylight atau e-mail: salamah_chan@yahoo.com, cp: 089668214948