SKB
UNTUK BANGSA
Bangsa
ini tidak bisa disebut sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat apabila dalam
hal pendidikan saja hak setiap warga negara tidak bisa terpenuhi. Bangsa ini
tidak bisa disebut sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat apabila belum
mampu menemukan serta memaknai ciri khas dan keunikan pendidikan lokal yang
tepat untuk kemajuan bangsa. Bangsa ini tidak bisa disebut sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat jika semua elemen bangsa tidak bisa gotong-royong
memajukan pendidikan bangsa.
Sebagaimana
kita ketahui bersama pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia sebagai
upaya untuk mencapai cita-cita konstitusi yang termaktub dalam undang-undang
dasar 1945. Sebagai kebutuhan dasar, pendidikan wajib dipenuhi. Pemenuhan
kebutuhan ini selain merupakan amanat konstitusi namun juga menjadi
satu-satunya jalur untuk mewujudkan bangsa yang maju, merdeka dan berdaulat.
Mengapa demikian? Karena hanya melalui pendidikan pola pikir bisa berubah yang
bermuara pada perubahan prilaku. Tentu saja perubahan disini menuju ke hal yang
lebih baik. Banyak orang mempercayai keberhasilan hanya bisa ditempuh melalui
jalur pendidikan formal dari SD hingga S1,S2, S3,S4 dan S-S lainnya. Tak cukup
banyak yang sadar dan paham bahwa disisi lain dunia pendidikan ini ada pendidikan
nonformal yang juga mempengaruhi keberhasilan pendidikan bangsa. Justru tanpa adanya
pendidikan nonformal, pendidikan akan terlihat angkuh dan arogan. Bagaimana
tidak? Pendidikan, apabila hanya mengandalkan pendidikan formal tentu tidak
akan menjangkau semua lapisan masyarakat. Apakah ada layanan pendidikan yang
benar-benar murah bahkan gratis bagi masyarakat miskin? Apakah ada layanan
pendidikan bagi mereka masyarakat miskin yang sibuk bekerja? Apakah ada layanan
pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung? Apakah ada layanan pendidikan
bagi mereka kaum pinggiran dan marginal? Tidak. Pendidikan formal takkan mampu
menjangkau itu semua seorang diri. Pendidikan formal membutuhkan partner dan
partner yang paling tepat adalah pendidikan nonformal. Sesuai dengan fungsi
pendidikan nonfomal yaitu sebagai pelengkap, penambah dan pengganti pendidikan
formal, pendidikan nonformal bagaikan sahabat sejati pendidikan formal dimana
mereka saling melengkapi.
“Kementrian
pendidikan dan kebudayaan akan memulai rintisan Wajib Belajar atau wajar 12
tahun pada tahun 2016.”
Begitulah
berita yang dilansir dari Antaranews.com (23/06/2015). Berdasarkan laporan
Unicef pada tahun 2012, menyatakan bahwa sebanyak 2,3 juta anak usia 7-15 tahun
yang tidak bersekolah provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat yang yang
memiliki penduduk terbanyak, setidaknya terdapat 42% anak putus sekolah. Sedangkan
menurut Data Kementerian Pendidikan (Voice of America, 12-02-2013) menunjukkan
setiap tahunnya lebih dari 1,5 juta anak tidak melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Unicef juga menyatakan bahwa anak-anak dari keluarga
miskin memiliki kemungkinan empat kali lebih besar untuk putus sekolah
dibanding dari keluarga kaya. Kondisi ini menghawatirkan mengingat wajib belajar
12 yang sedang di gadang pemerintah. Ada banyak sebab mengapa seorang anak bisa
sampai putus sekolah, secara sederhana ada dua faktor yang mempengaruhinya,
yaitu faktor internal rendahnya motivasi/ minat anak untuk bersekolah dan
mengidap suatu penyakit dan faktor eksternal seperti keterbatasan ekonomi orang
tua, faktor sosial/ budaya dan faktor geografis (Mutiara: 2014)
SKB
merupakan sebuah unit pelaksana teknis daerah dibawah naungan dinas pendidikan
kebudayan daerah. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) merupakan perpanjangan tangan
pemerintah dalam menjalankan amanat konstitusi. Beberapa kegiatan yang
diselenggaran adalah program kesetaraan paket B (setara SMP), paket C (setara
SMA), pendidikan anak usia dini, kursus, Life skill, pelatihan, dan
pemberdayaan masyarakat. Peraturan Mentri Pendidikan (Permendiknas) No. 03
Tahun 2008 tentang standar proses pendidikan kesetaraan menyatakan bahwa alasan
mengapa harus ada standar proses karena kondisi sosial-kultural yang beragam,
kesempatan dan kecepatan belajar yang beragam.
Disamping itu adanya tuntutan mencetak lulusan yang bermutu membuat
perlu adanya standar pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan. Program Paket A, Program Paket B, dan
Program Paket C harus dilaksanakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta
didik.
Banyak
manusia matahari yang mendedikasikan dirinya untuk bangsa ini melalui SKB.
Mereka orang hebat yang memiliki mental baja, semangat bara api dan keahlian
yang berbeda-beda dimana dengan itu mereka saling melengkapi. Satu hal yang
saya sadari betul, mereka semua adalah manusia pembelajar sejati yang siap
untuk belajar segala hal baru. Sikap ini penting, mengingat mereka akan menjadi
garda terdepan penggerak perubahan. Mereka rela menempuh perjalanan malam hanya
untuk mengajar warga belajar paket C meskipun jarak yang mereka tempuh sangat
jauh dengan medan yang tak mudah. kesepakatan telah dibuat dengan warga
belajar. Pendekatan dari pintu ke pintu untuk menyuarakan ayo belajar pun di
lakukan. Selain itu, mereka juga begitu memperhatikan standar pendidikan
nasional terhadap pendidikan kesetaraan, ada di dalamnya standar proses,
standar isi, standar biaya, standar sarana-prasarana. Bayangkan sebuah
pendidikan setara SMA dalam program kejar paket, warga belajar hanya akan
mengerluarkan uang SPP sebesar 25-30 ribu. Biaya itu hanya untuk membayar tutor
serta ujian nasional. Pada warga belajar kejar paket C di Polosiri Bawen hal
itu terjadi. Kebanyakan warga belajar adalah warga putus sekolah yang sekarang
bekerja di garment. Tentu kondisinya berbeda di pendidikan formal dimana siswa
belajar di gedung megah, berseragam, bersepatu, usia relatif sama, wajib
membeli buku, peraturan kaku dll. Pembelajaran di Polosiri berlangsung di
gedung masjid lama dimana hanya tersedia papan tulis, itu sudah cukup untuk
memenuhi standar sarana-prasarana. Tenaga pengajarnya sesuai standar yaitu
minimal S1. Bagi mereka warga belajar kejar paket C tersedia beasiswa Indonesia
Pintar yang bisa diakses dengan syarat dan ketentuan khusus, diantaranya usia
maksimal 21 tahun. Banyaknya nominal beasiswa adalah satu juta pertiap tahun
ajaran. Berdasarkan standar isi, kurikulum program kesetaraan sama seperti
kurikulum di formal, perbedaanya hanya terletak pada komposisinya. Pembelajaran
kejar paket tidak saja mentitikberatkan pada kognitif, namun juga skill dimana warga
belajar diberikan keterampilan fungsional yang bisa membantu kehidupannya
diantaranya adalah membatik, memasak, menjahit, membuat kerajinan tangan dll.
Penting
untuk dicatat dan diperhatikan, bahwa seyogyanya setiap pelaksana kejar paket
haruslah memperhatikan standar-standar yang sudah di atur oleh pemerintah agar
mewujudkan lulusan yang bermutu dan berkompetensi unggul. Sebagaimana yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 Tentang
Standar Isi untuk program paket A, B, dan C.Peraturan Mentri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar lulusan untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
tentang tenaga kependidikan. Terwujudnya pendidikan yang bermutu menuju bangsa
yang memiliki kehidupan yang cerdas harus disokong oleh semua pihak pemerintah,
keluarga dan masyarakat. Percayalah kemerdekaan dan kedaulatan sejati bangsa
Indonesia tidak akan di dapat apabila warga masyarakatnya berhenti belajar. Ingatlah
pula bahwa tanggung jawab mencerdaskan bangsa tidak hanya dibebankan pada
pemerintah, tapi juga segenap warga masyarakat Indonesia.
Sumber
1.
Farah,
Mutiara. 2014. Faktor Penyebab Putus Sekolah Dan Dampak Negatifnya Bagi Anak.
Universitas Muhamadiyah Surakarta
2.
Ghofar,
M. 2015. “Kemendikbud: Wajib Belajar 12 Tahun dimulai 2016.” Terbit pada 23
Juni 2015. Di unduh pada tanggal 13 Agustus 2015 di http://www.antaranews.com/berita/503076/kemendikbud-wajib-belajar-12-tahun-dimulai-2016
3.
Wardah,
Fathiyah. 2013. “Pemerintah Indonesia Canangkan Gerakan Anti Putus Sekolah.”
Terbit pada 12 Februari 2013. Di unduh pada tanggal 13 Agustus 2015 di http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-indonesia-canangkan-gerakan-anti-putus-sekolah/1601826.html
4.
Laporan
Unicef tahun 2012
5.
Fathurrohman,
Muhammad. 2012. “Sistem Kejar Paket dalam kebijakan pendidikan nasional” di
akses pada tanggal 15 Agusttus 2015 di laman muhfathurrohamn http://www.worpress.com
Profil :
Noor Salamah,
masih berstatus mahasiswa Prodi Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri
Semarang.
0 komentar:
Posting Komentar