Rabu, 24 Februari 2016

SKB UNTUK BANGSA

SKB UNTUK BANGSA

Bangsa ini tidak bisa disebut sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat apabila dalam hal pendidikan saja hak setiap warga negara tidak bisa terpenuhi. Bangsa ini tidak bisa disebut sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat apabila belum mampu menemukan serta memaknai ciri khas dan keunikan pendidikan lokal yang tepat untuk kemajuan bangsa. Bangsa ini tidak bisa disebut sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat jika semua elemen bangsa tidak bisa gotong-royong memajukan pendidikan bangsa.
Sebagaimana kita ketahui bersama pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia sebagai upaya untuk mencapai cita-cita konstitusi yang termaktub dalam undang-undang dasar 1945. Sebagai kebutuhan dasar, pendidikan wajib dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini selain merupakan amanat konstitusi namun juga menjadi satu-satunya jalur untuk mewujudkan bangsa yang maju, merdeka dan berdaulat. Mengapa demikian? Karena hanya melalui pendidikan pola pikir bisa berubah yang bermuara pada perubahan prilaku. Tentu saja perubahan disini menuju ke hal yang lebih baik. Banyak orang mempercayai keberhasilan hanya bisa ditempuh melalui jalur pendidikan formal dari SD hingga S1,S2, S3,S4 dan S-S lainnya. Tak cukup banyak yang sadar dan paham bahwa disisi lain dunia pendidikan ini ada pendidikan nonformal yang juga mempengaruhi keberhasilan pendidikan bangsa. Justru tanpa adanya pendidikan nonformal, pendidikan akan terlihat angkuh dan arogan. Bagaimana tidak? Pendidikan, apabila hanya mengandalkan pendidikan formal tentu tidak akan menjangkau semua lapisan masyarakat. Apakah ada layanan pendidikan yang benar-benar murah bahkan gratis bagi masyarakat miskin? Apakah ada layanan pendidikan bagi mereka masyarakat miskin yang sibuk bekerja? Apakah ada layanan pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung? Apakah ada layanan pendidikan bagi mereka kaum pinggiran dan marginal? Tidak. Pendidikan formal takkan mampu menjangkau itu semua seorang diri. Pendidikan formal membutuhkan partner dan partner yang paling tepat adalah pendidikan nonformal. Sesuai dengan fungsi pendidikan nonfomal yaitu sebagai pelengkap, penambah dan pengganti pendidikan formal, pendidikan nonformal bagaikan sahabat sejati pendidikan formal dimana mereka saling melengkapi.
            “Kementrian pendidikan dan kebudayaan akan memulai rintisan Wajib Belajar atau wajar 12 tahun pada tahun 2016.”
Begitulah berita yang dilansir dari Antaranews.com (23/06/2015). Berdasarkan laporan Unicef pada tahun 2012, menyatakan bahwa sebanyak 2,3 juta anak usia 7-15 tahun yang tidak bersekolah provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat yang yang memiliki penduduk terbanyak, setidaknya terdapat 42% anak putus sekolah. Sedangkan menurut Data Kementerian Pendidikan (Voice of America, 12-02-2013) menunjukkan setiap tahunnya lebih dari 1,5 juta anak tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Unicef juga menyatakan bahwa anak-anak dari keluarga miskin memiliki kemungkinan empat kali lebih besar untuk putus sekolah dibanding dari keluarga kaya. Kondisi ini menghawatirkan mengingat wajib belajar 12 yang sedang di gadang pemerintah. Ada banyak sebab mengapa seorang anak bisa sampai putus sekolah, secara sederhana ada dua faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal rendahnya motivasi/ minat anak untuk bersekolah dan mengidap suatu penyakit dan faktor eksternal seperti keterbatasan ekonomi orang tua, faktor sosial/ budaya dan faktor geografis (Mutiara: 2014)
SKB merupakan sebuah unit pelaksana teknis daerah dibawah naungan dinas pendidikan kebudayan daerah. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam menjalankan amanat konstitusi. Beberapa kegiatan yang diselenggaran adalah program kesetaraan paket B (setara SMP), paket C (setara SMA), pendidikan anak usia dini, kursus, Life skill, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat. Peraturan Mentri Pendidikan (Permendiknas) No. 03 Tahun 2008 tentang standar proses pendidikan kesetaraan menyatakan bahwa alasan mengapa harus ada standar proses karena kondisi sosial-kultural yang beragam, kesempatan dan kecepatan belajar yang beragam.  Disamping itu adanya tuntutan mencetak lulusan yang bermutu membuat perlu adanya standar pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C  harus dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,  memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Banyak manusia matahari yang mendedikasikan dirinya untuk bangsa ini melalui SKB. Mereka orang hebat yang memiliki mental baja, semangat bara api dan keahlian yang berbeda-beda dimana dengan itu mereka saling melengkapi. Satu hal yang saya sadari betul, mereka semua adalah manusia pembelajar sejati yang siap untuk belajar segala hal baru. Sikap ini penting, mengingat mereka akan menjadi garda terdepan penggerak perubahan. Mereka rela menempuh perjalanan malam hanya untuk mengajar warga belajar paket C meskipun jarak yang mereka tempuh sangat jauh dengan medan yang tak mudah. kesepakatan telah dibuat dengan warga belajar. Pendekatan dari pintu ke pintu untuk menyuarakan ayo belajar pun di lakukan. Selain itu, mereka juga begitu memperhatikan standar pendidikan nasional terhadap pendidikan kesetaraan, ada di dalamnya standar proses, standar isi, standar biaya, standar sarana-prasarana. Bayangkan sebuah pendidikan setara SMA dalam program kejar paket, warga belajar hanya akan mengerluarkan uang SPP sebesar 25-30 ribu. Biaya itu hanya untuk membayar tutor serta ujian nasional. Pada warga belajar kejar paket C di Polosiri Bawen hal itu terjadi. Kebanyakan warga belajar adalah warga putus sekolah yang sekarang bekerja di garment. Tentu kondisinya berbeda di pendidikan formal dimana siswa belajar di gedung megah, berseragam, bersepatu, usia relatif sama, wajib membeli buku, peraturan kaku dll. Pembelajaran di Polosiri berlangsung di gedung masjid lama dimana hanya tersedia papan tulis, itu sudah cukup untuk memenuhi standar sarana-prasarana. Tenaga pengajarnya sesuai standar yaitu minimal S1. Bagi mereka warga belajar kejar paket C tersedia beasiswa Indonesia Pintar yang bisa diakses dengan syarat dan ketentuan khusus, diantaranya usia maksimal 21 tahun. Banyaknya nominal beasiswa adalah satu juta pertiap tahun ajaran. Berdasarkan standar isi, kurikulum program kesetaraan sama seperti kurikulum di formal, perbedaanya hanya terletak pada komposisinya. Pembelajaran kejar paket tidak saja mentitikberatkan pada kognitif, namun juga skill dimana warga belajar diberikan keterampilan fungsional yang bisa membantu kehidupannya diantaranya adalah membatik, memasak, menjahit, membuat kerajinan tangan dll.
Penting untuk dicatat dan diperhatikan, bahwa seyogyanya setiap pelaksana kejar paket haruslah memperhatikan standar-standar yang sudah di atur oleh pemerintah agar mewujudkan lulusan yang bermutu dan berkompetensi unggul. Sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standar Isi untuk program paket A, B, dan C.Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang tenaga kependidikan. Terwujudnya pendidikan yang bermutu menuju bangsa yang memiliki kehidupan yang cerdas harus disokong oleh semua pihak pemerintah, keluarga dan masyarakat. Percayalah kemerdekaan dan kedaulatan sejati bangsa Indonesia tidak akan di dapat apabila warga masyarakatnya berhenti belajar. Ingatlah pula bahwa tanggung jawab mencerdaskan bangsa tidak hanya dibebankan pada pemerintah, tapi juga segenap warga masyarakat Indonesia.

Sumber
1.      Farah, Mutiara. 2014. Faktor Penyebab Putus Sekolah Dan Dampak Negatifnya Bagi Anak. Universitas Muhamadiyah Surakarta
2.      Ghofar, M. 2015. “Kemendikbud: Wajib Belajar 12 Tahun dimulai 2016.” Terbit pada 23 Juni 2015. Di unduh pada tanggal 13 Agustus 2015 di  http://www.antaranews.com/berita/503076/kemendikbud-wajib-belajar-12-tahun-dimulai-2016
3.      Wardah, Fathiyah. 2013. “Pemerintah Indonesia Canangkan Gerakan Anti Putus Sekolah.” Terbit pada 12 Februari 2013. Di unduh pada tanggal 13 Agustus 2015 di  http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-indonesia-canangkan-gerakan-anti-putus-sekolah/1601826.html
4.      Laporan Unicef tahun 2012
5.      Fathurrohman, Muhammad. 2012. “Sistem Kejar Paket dalam kebijakan pendidikan nasional” di akses pada tanggal 15 Agusttus 2015 di laman muhfathurrohamn http://www.worpress.com 
Profil :
Noor Salamah, masih berstatus mahasiswa Prodi Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Semarang.




0 komentar:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Follow

Popular Posts

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Jejak Sajak Salamah | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com