Minggu, 15 Desember 2013

Daun yang Gugur Selalu Melahirkan Daun yang Baru

Daun yang Gugur Selalu Melahirkan Daun yang Baru, merupakan sebuah karya yang pernah saya ikutkan dalam lomba kisah inspirasi yang diadakan oleh inspirasi.co. Namun ketika pada tanggal 15 Desember, saya membuka situs tersebut dan ternyata saya belum beruntung. Saya harus ikhlas. Saya percaya semua ini pasti ada hikmahnya. Walau disaat kondisi keuangan saya saat itu benar-benar mepet. Uang di ATM tinggal 100 dan itu biaya hidup sampai uang BM turun, sedang uang BM turun tidak dapat dipastikan kapan turunnya. Saya belum membayar lunas uang ziarah pondok, saya belum membayar lunas kitab, saya belum membayar lunas ianah madin, dan masih banyak keperluan lainnya.


Di sebuah senja ketika hujan turun rintik-rintik, aku berdiri termangu di depan pintu. Menatap kosong kendaraan yang lalu lalang di depanku. Tapi sesungguhnya pikiranku melayang jauh, mengikuti keranda yang membawa jenazah Ayahandaku tercinta menuju ke pengistirahatan terakhirnya.
Ayahandaku di usianya yang memasuki 64tahun meninggal karena tak sanggup lagi bertahan dari penyakitnya, typus dan paru-paru. Kami anaknya berusaha membujuk berkali-kali agar Ayah bersedia memeriksakan diri ke dokter, tapi beliau menolak. Ayah tidak suka obat, Ayah tidak suka ke dokter dan Ayah tidak suka berada di rumah sakit. Hingga suatu waktu di akhir bulan Ramadhan, ketika Ayah usai berwudlu dan hendak mendirikan sholat Isya, Ayah terjatuh. Tubuhnya lunglai, wajahnya pucat pasi, napasnya sulit. Kami segera menghubungi saudara meminjam mobil untuk kami membawa Ayah periksa ke dokter. Sebelumnya Ayah tak pernah mengungkapkan bahwa kondisi kesehatannya buruk. Ayah hanya mengaku kelelahan, butuh istirahat. Selalu seperti itu ketika ditanya. Sakit yang diderita Ayah memang tak begitu lama, semenjak Ayah jatuh hingga pada tanggal 16 Oktober 2008, Ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Tapi cukuplah pukulan itu keras mengahantamku. Ayahku yang begitu aku sayangi, Ayahku yang begitu aku hormati, Ayahku yang sebagai pelindungku, Ayahku sebagai penopang hidup kami, Ayahku yang begitu dekat di hatiku, kini telah pergi takkan pernah kembali.

Hujan tak juga berhenti, rintik-rintiknya seolah turut bersimpati terhadapku. Angin berhembus menerbangkan daun-daun tua nan kering dari pohon Mangga sehingga daun-daun tersebut berguguran di halaman rumahku. Ku alihkan pandangan keatas pohon, terlihat bibit daun yang masih muda berwarna coklat. Masih sangat muda. Sebuah hukum kausalitas menyadarkanku. Sebagaimana daun yang gugur itu akan selalu melahirkan daun yang baru, begitu pula dengan sebuah kematian yang akan menimbulkan sebuah kelahiran. Ini sudah sunnatullah. Kenyataan ini pula yang menuntutku untuk tidak lagi terpuruk meratapi kepergian Ayah. Seperti halnya daun yang gugur sudah pasrah dan ikhlas menerima kegugurannya, aku yakin Ayah pun demikian. Seperti halnya daun muda yang baru lahir bersemangat menyambut dunia yang baru, aku pun yakin bayi yang di kandung Mbak Ning pun demikian. Aku tak boleh mematahkan semangatnya dengan keterpurukan diriku. Karenanya, untuknya, bersamanya aku harus bangkit. Akan aku hadiahi kelahirannya dengan senyum termanisku. Tak boleh ada air mata dihadapannya. Kelahiran selalu memunculkan harapan-harapan baru, membangkitkan harapan lama yang tak terwujud, bersama kita akan wujudkannya. 

0 komentar:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Follow

Popular Posts

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Jejak Sajak Salamah | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com