Daun yang Gugur Selalu Melahirkan Daun yang Baru, merupakan sebuah karya yang pernah saya ikutkan dalam lomba kisah inspirasi yang diadakan oleh inspirasi.co. Namun ketika pada tanggal 15 Desember, saya membuka situs tersebut dan ternyata saya belum beruntung. Saya harus ikhlas. Saya percaya semua ini pasti ada hikmahnya. Walau disaat kondisi keuangan saya saat itu benar-benar mepet. Uang di ATM tinggal 100 dan itu biaya hidup sampai uang BM turun, sedang uang BM turun tidak dapat dipastikan kapan turunnya. Saya belum membayar lunas uang ziarah pondok, saya belum membayar lunas kitab, saya belum membayar lunas ianah madin, dan masih banyak keperluan lainnya.
Di
sebuah senja ketika hujan turun rintik-rintik, aku berdiri termangu di depan
pintu. Menatap kosong kendaraan yang lalu lalang di depanku. Tapi sesungguhnya
pikiranku melayang jauh, mengikuti keranda yang membawa jenazah Ayahandaku
tercinta menuju ke pengistirahatan terakhirnya.
Ayahandaku
di usianya yang memasuki 64tahun meninggal karena tak sanggup lagi bertahan
dari penyakitnya, typus dan paru-paru. Kami anaknya berusaha membujuk
berkali-kali agar Ayah bersedia memeriksakan diri ke dokter, tapi beliau
menolak. Ayah tidak suka obat, Ayah tidak suka ke dokter dan Ayah tidak suka
berada di rumah sakit. Hingga suatu waktu di akhir bulan Ramadhan, ketika Ayah
usai berwudlu dan hendak mendirikan sholat Isya, Ayah terjatuh. Tubuhnya
lunglai, wajahnya pucat pasi, napasnya sulit. Kami segera menghubungi saudara
meminjam mobil untuk kami membawa Ayah periksa ke dokter. Sebelumnya Ayah tak
pernah mengungkapkan bahwa kondisi kesehatannya buruk. Ayah hanya mengaku
kelelahan, butuh istirahat. Selalu seperti itu ketika ditanya. Sakit yang
diderita Ayah memang tak begitu lama, semenjak Ayah jatuh hingga pada tanggal
16 Oktober 2008, Ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Tapi cukuplah pukulan
itu keras mengahantamku. Ayahku yang begitu aku sayangi, Ayahku yang begitu aku
hormati, Ayahku yang sebagai pelindungku, Ayahku sebagai penopang hidup kami,
Ayahku yang begitu dekat di hatiku, kini telah pergi takkan pernah kembali.
Hujan
tak juga berhenti, rintik-rintiknya seolah turut bersimpati terhadapku. Angin
berhembus menerbangkan daun-daun tua nan kering dari pohon Mangga sehingga
daun-daun tersebut berguguran di halaman rumahku. Ku alihkan pandangan keatas
pohon, terlihat bibit daun yang masih muda berwarna coklat. Masih sangat muda.
Sebuah hukum kausalitas menyadarkanku. Sebagaimana daun yang gugur itu akan selalu
melahirkan daun yang baru, begitu pula dengan sebuah kematian yang akan
menimbulkan sebuah kelahiran. Ini sudah sunnatullah.
Kenyataan ini pula yang menuntutku untuk tidak lagi terpuruk meratapi kepergian
Ayah. Seperti halnya daun yang gugur sudah pasrah dan ikhlas menerima
kegugurannya, aku yakin Ayah pun demikian. Seperti halnya daun muda yang baru
lahir bersemangat menyambut dunia yang baru, aku pun yakin bayi yang di kandung
Mbak Ning pun demikian. Aku tak boleh mematahkan semangatnya dengan
keterpurukan diriku. Karenanya, untuknya, bersamanya aku harus bangkit. Akan
aku hadiahi kelahirannya dengan senyum termanisku. Tak boleh ada air mata
dihadapannya. Kelahiran selalu memunculkan harapan-harapan baru, membangkitkan
harapan lama yang tak terwujud, bersama kita akan wujudkannya.
0 komentar:
Posting Komentar