Setelah sekian kali mengirimkan karya cerpen dalam banyak even perlombaan. Alhamdulillah, ada yang lolos. Cerpen saya yang berjudul Muara Cinta alhamdulillah masuk menjadi salah satu cerpen yang dimuat dalam antologi cerpen Jomblo Sampai Halal buku ke-3 oleh Penerbit Mafaza. Terima kasih. Semoga ini bisa menjadi lecutan agar tetap semangat menulis. Amin. Oh ya, saya juga sangat menantikan buku itu segera hadir di tanganku. Jadi gak sabar :)
Muara
Cinta
Keheningan
mengisi seluruh ruang aula MTS. Al Ma’arif. Semua siswa menunduk. Di hatinya,
mereka tak hentinya berdoa. Isi dari amlop yang mereka bawa sangat menentukan
nasib mereka selanjutnya. Amlop itulah yang akan mengabarkan, apakah mereka
lulus atau tidak.
“Silahkan
kalian buka amlop yang sudah kalian terima.”, kepala sekolah memberi instruksi.
Suara
sobekan kertas terdengar dari segala penjuru. Banyak diantara mereka yang
langsung menjerit gembira. Ada yang meneteskan air mata karena terharu. Ada
yang memeluk sahabatnya. Ada yang hanya diam membisu karena takjub. Ada yang langsung sujud syukur. Ada pula yang
hanya mengucap hamdalah.
“Alhamdulillah.”
Ucap Karin ketika melihat kabar gembira pada isi amlop yang ia terima.
“Kamu
lulus Rin?”
“Iya
alhamdulillah. Kamu sendiri gimana?”
“Alhamdullah
aku juga lulus.”
Karin
memeluk Hilma sahabatnya. Keduanya kembali mengucap syukur.
“Setelah
ini rencanamu apa Rin?”
Pertanyaan
itu mengingatkan pada pembicaraannya dengan Abi beberapa malam kemarin.
“Abi
memintaku mondok, Hil.”
“Mondok
dimana?”
“Abi
minta aku mondok di Tegalrejo Magelang.”
“Hah
jauh banget? Lha kamu mau?”
“Entahlah
aku belum memutuskan.”
Pikiran
Karin menerawang. Ia tak pernah mondok sebelumnya. Ia tak tau seperti apa
kehidupan di pondok itu. Apalagi di tegalrejo. Kabarnya pondok tegalrejo
terkenal bagus, tapi juga disiplin dan penuh dengan pelajaran prihatin.
Bapak
Hasmi selaku MC, mengetuk-ngetukkan mic. Tanda acara selanjutnya akan segera
dimulai.
“Kami
ucapkan selamat kepada para peserta didik yang telah dinyatakan lulus. Dan
alhamdulillah, pada tahun ini tidak ada peserta didik yang tidak lulus karena MTS Al Ma’arif dinyatakan
lulus 100%. ”
Suara
tepuk tangan bergema keseluruh penjuru ruangan.
“Baiklah
bapak ibu saudara sekalian. Acara selanjutnya adalah pengumuman juara dan
pemberian penghargaan.”
MC
menyebutkan nama-nama beserta nilai
mereka dari harapan tiga hingga juara satu.
“Juara
satu dengan total nilai 393,2 dengan rata-rata nilai 98,3 jatuh pada saudara
Azhari.”
Sosok
laki-laki berpeci hitam, hidung mancung, kulit kuning, mata hitam berpostur
tinggi. Berjalan menunduk melewati hadirin menuju panggung.
“Aku
enggak kaget. Sudah pasti Azhari yang jadi juara satunya. Ehh, kabarnya to Rin,
dia juga mau mondok lho. Kayaknya sih di Gontor. Bapaknya kan ustad, ya enggak
heran kalau Azhari mau dipondokkin, apalagi Gontor juga pondok bapaknya dulu.”
Karin
tidak heran. Karin bahkan sudah tau sebelum Hilma kabar ini. Rumah Karin dan
Azhari cukup dekat. Abi Karin dan abah Azhari pun kawan karib. Azhari beserta
abahnya sering kali berkunjung ke rumah Karin. Dulu Karin dan Azhari kecil
adalah kawan ngaji kampung, gurunya adalah Abah Azhari sendiri. Azhari, bagi
karin lebih dari sekedar kawan ngaji. Azhari memiliki pesona yang mampu memikat
hati gadis-gadis. Azhari yang penuh kerendahan hati, pandai baik ilmu umum
maupun ilmu agama, tampan, dan suka menolong. Tak terkecuali telah memikat hati
Karin. Tapi hati kecil Karin berusaha memendam perasaan ini. Karin pernah
cerita soal ini pada umi. Umi dengan lembut menasihati. Belum saatnya kamu
pikirkan hal ini terlalu jauh. Lebih penting bagimu saat ini fokus pada
sekolah, menata hati dan memperbaiki diri. Orang baik akan besanding dengan
orang baik. Insyaallah, jika ia memang yang terbaik untukmu, Allah pasti akan
menyatukan kalian. Karin sempat berfikir apakah Abi tau tentang ini sehingga,
Abi justru meminta Karin untuk mondok. Memandang wajah Azhari bersinar terang,
membuat hati Karin tentran. Sekian detik. Karin kemudian menundukkan kepala.
◌◌◌
Karin
menutup lembaran mushaf Al Qur’an yang sedang ia baca. Di luar kamar, Umi
memintanya keluar ada tamu yang ingin bertemu. Karin kemudian mengambil jilbab
dan memakai jaket. Berjalan bersama Umi menenuju ruang tamu. Sebelum masuk
ruang tamu. Umi berkata.
“Berbagialah
putriku. Engkau hampir sampai pada muaramu.”
Memasuki
ruang tamu. Karin melihat Azhari beserta abah dan uminya tengah duduk
berbincang dengan abi. Tak sengaja Azhari dan Karin saling bersitatap. Keduanya
kemudian menundukkan kepala. Masih menunduk, Karin berjalan ke sofa dihadapan
Azhari. Duduk diapit abi dan umi Karin.
“Ini
dia Karin putri sahabatku. Kamu tambah cantik dan anggun saja lulus dari pondok
Rin.”
“Azhari
juga tambah ganteng dan matang saja selepas lulus dari pondok apalagi malah
bisa ngelanjutin kuliah.”
Pembicaraan
itu terus berlanjut. Hingga pada satu titik, Karin ditanya ketersediannya untuk
mendampingi Azhari. Karin terdiam, kaget. Karin hanya mampu mengangguk.
◌◌◌
Gempita
suara terbangan mengiri langkah Azhari menuju kursi pengantin. Senyum sumringah
dan binar penuh bahagia tak henti terpancar dari wajahnya yang tampan. Berada
di hadapan gadis berparas ayu. Azhari tak hentinya berucap syukur. Wanita itu
Karin, dengan takdim mencium tangan suaminya, Azhari. Azhari membalas dengan
ciuman di dahi Karin.
Karin
telah sampai pada telaga rindu. Perjalanan panjang dan terjalnya memendam rindu
dan memendam gejolak cinta telah sampai
pada muaranya.
◌◌◌
0 komentar:
Posting Komentar