Minggu, 09 Februari 2014

Muara Cinta

Setelah sekian kali mengirimkan karya cerpen dalam banyak even perlombaan. Alhamdulillah, ada yang lolos. Cerpen saya yang berjudul Muara Cinta alhamdulillah masuk menjadi salah satu cerpen yang dimuat dalam antologi cerpen Jomblo Sampai Halal buku ke-3 oleh Penerbit Mafaza. Terima kasih. Semoga ini bisa menjadi lecutan agar tetap semangat menulis. Amin. Oh ya, saya juga sangat menantikan buku itu segera hadir di tanganku. Jadi gak sabar :)

Muara Cinta


Keheningan mengisi seluruh ruang aula MTS. Al Ma’arif. Semua siswa menunduk. Di hatinya, mereka tak hentinya berdoa. Isi dari amlop yang mereka bawa sangat menentukan nasib mereka selanjutnya. Amlop itulah yang akan mengabarkan, apakah mereka lulus atau tidak.
“Silahkan kalian buka amlop yang sudah kalian terima.”, kepala sekolah memberi instruksi.
Suara sobekan kertas terdengar dari segala penjuru. Banyak diantara mereka yang langsung menjerit gembira. Ada yang meneteskan air mata karena terharu. Ada yang memeluk sahabatnya. Ada yang hanya diam membisu karena takjub. Ada  yang langsung sujud syukur. Ada pula yang hanya mengucap hamdalah.
“Alhamdulillah.” Ucap Karin ketika melihat kabar gembira pada isi amlop yang ia terima.
“Kamu lulus Rin?”
“Iya alhamdulillah. Kamu sendiri gimana?”
“Alhamdullah aku juga lulus.”
Karin memeluk Hilma sahabatnya. Keduanya kembali mengucap syukur.
“Setelah ini rencanamu apa Rin?”
Pertanyaan itu mengingatkan pada pembicaraannya dengan Abi beberapa malam kemarin.
“Abi memintaku mondok, Hil.”
“Mondok dimana?”
“Abi minta aku mondok di Tegalrejo Magelang.”
“Hah jauh banget? Lha kamu mau?”
“Entahlah aku belum memutuskan.”
Pikiran Karin menerawang. Ia tak pernah mondok sebelumnya. Ia tak tau seperti apa kehidupan di pondok itu. Apalagi di tegalrejo. Kabarnya pondok tegalrejo terkenal bagus, tapi juga disiplin dan penuh dengan pelajaran prihatin.
Bapak Hasmi selaku MC, mengetuk-ngetukkan mic. Tanda acara selanjutnya akan segera dimulai.
“Kami ucapkan selamat kepada para peserta didik yang telah dinyatakan lulus. Dan alhamdulillah, pada tahun ini tidak ada peserta didik yang  tidak lulus karena MTS Al Ma’arif dinyatakan lulus 100%. ”
Suara tepuk tangan bergema keseluruh penjuru ruangan.
“Baiklah bapak ibu saudara sekalian. Acara selanjutnya adalah pengumuman juara dan pemberian penghargaan.”
MC menyebutkan nama-nama  beserta nilai mereka dari harapan tiga hingga juara satu.
“Juara satu dengan total nilai 393,2 dengan rata-rata nilai 98,3 jatuh pada saudara Azhari.”
Sosok laki-laki berpeci hitam, hidung mancung, kulit kuning, mata hitam berpostur tinggi. Berjalan menunduk melewati hadirin menuju panggung.
“Aku enggak kaget. Sudah pasti Azhari yang jadi juara satunya. Ehh, kabarnya to Rin, dia juga mau mondok lho. Kayaknya sih di Gontor. Bapaknya kan ustad, ya enggak heran kalau Azhari mau dipondokkin, apalagi Gontor juga pondok bapaknya dulu.”
Karin tidak heran. Karin bahkan sudah tau sebelum Hilma kabar ini. Rumah Karin dan Azhari cukup dekat. Abi Karin dan abah Azhari pun kawan karib. Azhari beserta abahnya sering kali berkunjung ke rumah Karin. Dulu Karin dan Azhari kecil adalah kawan ngaji kampung, gurunya adalah Abah Azhari sendiri. Azhari, bagi karin lebih dari sekedar kawan ngaji. Azhari memiliki pesona yang mampu memikat hati gadis-gadis. Azhari yang penuh kerendahan hati, pandai baik ilmu umum maupun ilmu agama, tampan, dan suka menolong. Tak terkecuali telah memikat hati Karin. Tapi hati kecil Karin berusaha memendam perasaan ini. Karin pernah cerita soal ini pada umi. Umi dengan lembut menasihati. Belum saatnya kamu pikirkan hal ini terlalu jauh. Lebih penting bagimu saat ini fokus pada sekolah, menata hati dan memperbaiki diri. Orang baik akan besanding dengan orang baik. Insyaallah, jika ia memang yang terbaik untukmu, Allah pasti akan menyatukan kalian. Karin sempat berfikir apakah Abi tau tentang ini sehingga, Abi justru meminta Karin untuk mondok. Memandang wajah Azhari bersinar terang, membuat hati Karin tentran. Sekian detik. Karin kemudian menundukkan kepala.
◌◌◌
Karin menutup lembaran mushaf Al Qur’an yang sedang ia baca. Di luar kamar, Umi memintanya keluar ada tamu yang ingin bertemu. Karin kemudian mengambil jilbab dan memakai jaket. Berjalan bersama Umi menenuju ruang tamu. Sebelum masuk ruang tamu. Umi berkata.
“Berbagialah putriku. Engkau hampir sampai pada muaramu.”
Memasuki ruang tamu. Karin melihat Azhari beserta abah dan uminya tengah duduk berbincang dengan abi. Tak sengaja Azhari dan Karin saling bersitatap. Keduanya kemudian menundukkan kepala. Masih menunduk, Karin berjalan ke sofa dihadapan Azhari. Duduk diapit abi dan umi Karin.
“Ini dia Karin putri sahabatku. Kamu tambah cantik dan anggun saja lulus dari pondok Rin.”
“Azhari juga tambah ganteng dan matang saja selepas lulus dari pondok apalagi malah bisa ngelanjutin kuliah.”
Pembicaraan itu terus berlanjut. Hingga pada satu titik, Karin ditanya ketersediannya untuk mendampingi Azhari. Karin terdiam, kaget. Karin hanya mampu mengangguk.
◌◌◌
Gempita suara terbangan mengiri langkah Azhari menuju kursi pengantin. Senyum sumringah dan binar penuh bahagia tak henti terpancar dari wajahnya yang tampan. Berada di hadapan gadis berparas ayu. Azhari tak hentinya berucap syukur. Wanita itu Karin, dengan takdim mencium tangan suaminya, Azhari. Azhari membalas dengan ciuman di dahi Karin.
Karin telah sampai pada telaga rindu. Perjalanan panjang dan terjalnya memendam rindu dan  memendam gejolak cinta telah sampai pada muaranya.  
◌◌◌

0 komentar:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Follow

Popular Posts

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Jejak Sajak Salamah | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com