AIR BOROBUDUR UNTUK INDONESIA MARITIM
Oleh Noor Salamah
Angin berhembus sepoi-sepoi. Dedaunan kering mahoni jatuh
dengan gemulai bak peri yang mengepakkan sayapnya, menari, memutar dan jatuh
dengan anggun. Suasana ini membuat Gina teringat akan sebuah novel berjudul Autumn in Paris karangan Ilana Tan yang
pernah ia baca. Dimana tokoh utama dalam cerita tersebut sangat menyukai musim
gugur.
Gina berjalan sendiri menyusuri kota. Bergerak tenang
diantara orang yang berjalan tegang. Langkahnya terarahkan pada danau di
pinggiran kota. Duduk diatas rumput yang menguning. Memandang hamparan danau
yang luas disertai aktifitas disekitarnya. Orang memancing, capung berterbangan
dan ikan-ikan kecil berloncatan.
Angin kembali berhembus sepoi-sepoi. Mengibarkan rambut
coklat kemerahan alami potongan sasak sebahu Gina. Gina membuka tas dan
mengeluarkan komik Detective Conan
edisi terbaru yang baru ia beli. Sesekali alis mata Gina menegang tatkala kasus
sedang dalam klimaksnya. Tak jarang pula senyum puas mengembang manakala kasus
telah terpecahkan. Gina seolah masuk dalam dunia cerita Conan, terlibat dalam berbagai kasus dan memecahkannya. Sebuah daun
kering jatuh tepat pada halaman komik yang ia baca. Daun kering berwarna coklat
kemerahan serupa warna rambutnya. Gina menengadah, memandang pohon-pohon mahoni
yang menjulang tinggi dengan sedikit daun yang menemaninya. Pandangan mata Gina
kini beralih ke arah bawah. Begitu banyak sampah daun kering disana. Berbeda
dari hari-hari sebelumnya. Kali ini sampahnya sangat banyak. Angin berhembus
semakin kencang membawa hawa panas dan kegerahan. Tiga perempat daun yang
tersisa di pohon segera gugur dengan cepat. Berserakan dimana-dimana.
Tiba-tiba Gina teringat bahwa Indonesia tidak memiliki
musim gugur, yang ada hanya musim kemarau dan penghujan karena Indonesia berada
dalam garis khatulistiwa dan musim dipengaruhi oleh angin muson. Ini adalah
bulan Oktober, menurut perhitungan semestinya sudah masuk musim penghujan. Tapi
nyatanya hujan belum juga turun. Kemarau panjang. Mungkin saat ini itulah yang
sedang dialami Indonesia.
“Maaf menunggu lama.” Seorang pemuda duduk disebelah Gina.
“Tak apa, aku belum lama kok di sini.” Gina mengarahkan
pandangannya kepada pemuda di hadapannya. Memandang sebentar, lalu fokus pada
komik kembali.
“Kamu sudah nyari bahan untuk tugas akhir Pendidikan
Lingkungan Hidup tentang air layak konsumsi di kota ini?”
“Baru sedikit. Baru mencari informasi dari internet. Lha
kamu sendiri?”
“Sama. Menurutmu sendiri bagaimana kondisi air di danau
ini?”
Gina meneliti danau dengan seksama.
“Setahuku dulu danau ini adalah danau yang memiliki air
yang jernih dan bersih. Namun lambat laun kondisi air di danau semakin terlihat
buruk. Semakin banyak sampah disekitarnya entah oleh pengunjung atau sampah
kiriman dari warga sekitar. Dan juga semakin banyak ganggang hijau tumbuh.
Danau ini selain menjadi aset pariwisata kota tapi juga menjadi sumber
pengairan bagi sawah dan kebun di sekitarnya. Aku tak tau pasti apakah masih
layak dikonsumsi atau tidak. Tapi airnya enggak kotor-kotor banget kok meski sedikit ada warna hijaunya akibat
ganggang.”
“Aku sependapat denganmu. Dan untuk mengetahui apakah
masih layak konsumsi atau tidak kita harus melakukan uji Lab. terlebih dahulu. Berbicara
tentang tugas kita lagi, aku sempat bertanya-tanya pada warga yang rumahnya
sekitar 2 km dari sini. Di mengungkapkan bahwa sumur yang ia miliki sulit mengeluarkan
air. Sehingga ia harus membeli air dari PDAM. Pria itu berprofesi sebagai nelayan
di pantai dekat rumahnya yang hanya berjarak 500m. Tidakkah kau berpikir bahwa
hal ini menandakan warga sekitar mengalami cukup kesulitan dalam pasokan air
bersih yang layak konsumsi? kalau aku sempat terpikirkan seperti itu lalu
bagaimana bisa negara kita kekurangan air bersih yang layak konsumsi padahal
Indonesia adalah negara maritim yang memiliki banyak lautan. Mengapa masih
kekurangan air ya? aku jadi ingin tertawa sendiri. Hahaha ..”
Pembicaraan mereka berhenti. Gina mencoba merenungkan
kembali pendapat Rumi. Tak lama teman-teman yang lain sudah mulai berdatangan
untuk mengerjakan tugas Pendidikan Lingkungan Hidup.
¤¤¤
Musim kemarau di
sebagian wilayah Jambi kini mulai berdampak luas
Ya sebagian warga terutama di wilayah
pedesaan terpaksa menggunakan air kotor.
Sepasang presenter tersebut mengawali berita yang akan
ditayangkan. Terlihat dalam layar televisi segerombolan warga berkumpul
disekitar kolam air yang airnya terlihat keruh dan berwarna kecoklatan. Banyak
warga yang membawa serta drijen penampung air.
Air kotor yang
menggenang dirawa ini setiap hari didatangi warga Selamun Jambi. Kolam air ini
menjadi satu-satunya harapan mereka untuk memenuhi kebutuhan air seperti untuk
keperluan mandi, mencuci bahkan minum. Warga terpaksa menggunakan air kotor
tersebut karena sumur mereka sudah tidak lagi mengeluarkan air selama beberapa
minggu terakhir.
Seorang reporter menanyakan pada salah seorang warga.
Seorang ibu rumah tangga yang turut menjadikan air kolam menjadi sumber air
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Tadi mandinya dimana?”
“Ya disinilah.”
“Kalau minum ?”
“Disini juga, waktu malam kan airnya bening
jadi buat persediaan minum nah kalau siang buat mandi dan cuci.”
Untuk sampai ke kolam air tersebut warga harus berjalan sejauh 5 km. Warga
berharap kekeringan segera berakhir.
Gina mendengarkan berita yang disiarkan di televisi
dengan heran. Gina teringat sebuah
berita yang pernah ia baca beberapa waktu yang lalu.
VIVAnews - Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengungkapkan adanya
perubahan pola curah hujan di Indonesia. Salah satu dampaknya, curah
hujan di Pulau Jawa semakin berkurang.
"Hal
ini diperparah dengan penduduk yang terus bertambah di Pulau Jawa juga Nusa
Tenggara dan Bali," kata Sutopo dihubungi VIVAnews, baru-baru ini.
Pertumbuhan jumlah penduduk ini sangat berpengaruh
pada ketersediaan air tanah. "Semakin banyak orang kan semakin banyak
pakai air. Untuk sawah, kebutuhan sehari-hari Jadinya, Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara makin kekeringan," jelasnya.
Pertumbuhan industri di pulau Jawa pun menyumbang faktor kekeringan di
pulau berpenghuni terpadat di Indonesia ini.
Fenomena kekeringan di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara
ini, menurut Sutopo, sebenarnya sudah terlihat sejak 1995. "Setiap kali
kemarau, sebagian di wilayah tersebut sudah defisit air."
Lebih lanjut dia menjelaskan, perubahan pola hujan di mana curah hujan
di daerah di selatan equator semakin jarang, Sebaliknya, di utara ekuator
semakin meningkat.
Berita lain yang pernah ia baca adalah.
MADIUN, KOMPAS — Sepuluh tahun lagi,
Pulau Jawa terancam kekurangan pasokan air bersih. Akibatnya, impor air tidak
bisa terelakkan lagi. Ancaman tersebut bakal terwujud jika tidak ada solusi
konkret dan kuat untuk mencegahnya.
Direktur Bina Kehutanan dan Sosial
Kementerian Kehutanan Hariyadi Himawan, Selasa (27/8), dalam seminar tentang
penyelamatan hutan Pulau Jawa, menyatakan, ancaman defisit air di Jawa bukan
isapan jempol. Alasannya, sebagian besar hutan yang berfungsi sebagai sumber
air di daerah aliran sungai (DAS) dalam kondisi kritis dan agak kritis ... ”Luas hutan yang kritis dan
agak kritis mencapai 1,6 juta hektar atau lebih dari 50 persen dibandingkan
dengan luas total kawasan hutan yang luasnya 3,04 juta hektar. Kritis yang
dimaksud terkait fungsi lahan sebagai pemasok air,” ujarnya. Hutan kritis itu tersebar di semua bagian hulu DAS,
seperti Bengawan Solo, Serayu, dan Citarum. Di kawasan hulu DAS Bengawan Solo,
misalnya, terdapat 247.000 hektar hutan kritis dari total hutan 400.000 hektar ... Hariyadi mencontohkan,
fenomena kekeringan di sejumlah daerah menjadi salah satu indikator lahan
kritis dan sumber mata air tertutup.
Wakil Dekan Fakultas Kehutanan UGM Lis
Rahayu menambahkan, ancaman defisit air bisa menjadi kenyataan. Alasannya,
ribuan juta tahun silam Pulau Jawa merupakan daerah padang pasir. ”Oleh karena
itu, jika kita tidak bijaksana mengelola sumber air, kemungkinan kita akan
kembali dalam kondisi zaman seperti itu,” katanya.
Penyebab kerusakan hutan, lanjut Lis, tidak lain
adalah bencana dan ulah manusia. ”Faktor penyebab ulah manusia ada dua, yakni
perbuatan yang tidak bertanggung jawab atau kebijakan yang kurang tepat,”
ujarnya... (NIK/KOR/HEN).
Gina masih belum memahami, bagaimana semua ini
dapat terjadi? di negeri yang permai dan kaya ini? Indonesia adalah negeri yang
kaya. Memiliki kekayaan alam yang melimpah. Gina terus berpikir, mencoba
mendalami masalah ini. Tanpa terasa Gina
telah berjalan cukup jauh dari rumah.
Gina adalah anak gadis satu-satunya disebuah
keluarga cukup berada. Ayahnya seorang pegawai kantor DPD. Hidup dalam
lingkungan keluarga yang serba cukup. Tinggal dalam hunian elit. Gina tidak
pernah merasa ada yang kurang dari hidupnya.
Motor yang dikendarai Gina melaju membelah
kota. Ia sudah membuat janji dengan Rumi dan kawan-kawannya. Hari ini sampel
air dari danau kota akan di uji. Sudah pukul 07.57 WIB, Gina mempercepat laju
motornya. Sampai di depan Laboratorium
Biologi Universitas Negeri Semarang, ternyata Rumi dan kawan-kawan sudah
menunggu. Tepatnya menunggu dua orang, Gina dan seorang penjaga laboratorium
yang akan memandu mereka. Gina dan penjaga laboratorium datang hampir di waktu
yang bersamaan. Memasuki laboratorium serangkaian persiapan dan tahap uji coba
dilaksanakan. Ternyata hasilnya cukup mencengangkan. Air tersebut memiliki pH 9,2 padahal pH yang
diperbolehkan berdasarkan Permenkes 492 tahun 2010 tentang kualitas air minum
adalah pH 6,5-8,5. Temuan lainnya adalah bahwa dalam air tersebut terkandung
Arsen sejumlah 0,17 mg/1 sedang yang diperbolehkan adalah 0,01 mg/1, fluorida
2,25 mg/1 sedangkan jumlah maksimal yang diperbolehkan adalah 1,5 mg/1, dan
timbal sejumlah 1,33 mg/1 padahal jumlah maksimal yang diperbolehkan adalah
0,01 mg/1. Selain menjelaskan kandungan dari sampel air yang uji penjaga Lab.
tersebut juga menjelaskan dampak dari zat-zat tersebut. Dari hasil temuan
tersebut mengindikasikan bahwa sampel air yang diuji tidak layak untuk
dikonsumsi.
“Wah bahaya ya ternyata, kita jadi harus
waspada terhadap apa yang kita minum. Enggak boleh asal minum aja.” Rumi
berkata semangat.
Gina teremenung. Ia memikirkan kejadian
kemarin hingga hari ini. Ucapannya kemarin “Danau ini selain menjadi aset pariwisata kota tapi juga menjadi sumber
pengairan bagi sawah dan kebun di sekitarnya.” Juga kata-kata Rumi, “Tidakkah kau berpikir bahwa hal ini menandakan warga
sekitar mengalami cukup kesulitan dalam pasokan air bersih yang layak konsumsi?
kalau aku sempat terpikirkan seperti itu lalu bagaimana bisa negara kita
kekurangan air bersih yang layak konsumsi padahal Indonesia adalah negara
maritim yang memiliki banyak lautan?” tayangan di televisi dan berita yang kemarin Gina baca tak urung mengusik
pikirannya.
“Bagaimana ya caranya agar Indonesia yang kaya
akan air laut sebagai negara maritim dapat terbebas dari bencana kekeringan?
Adakah cara untuk menjadikan air laut sebagai air layak konsumsi? ... Tentu
saja pasti ada. Dan tugas kita menemukannya.”gumam Gina. Tak sepenuhnya sadar
ia mengatakan kata-kata heroik penuh semangat nasionalisme semacam itu.
“Ahh, kau benar Gina. Pasti ada cara
mewujudkannya. Dan itu adalah tugas kita. Ayo Gina kita berjuang. Kalian pada
mau ikut gak?” Rumi menepuk pundak Gina penuh rasa syukur, melemparkan tangan ke
udara meminta dukungan dan menggeret tangan Gina turut serta.
Gina yang baru sadar. Bingung Rumi mengajaknya
berjuang apa? Memperjuangkan apa?. Tapi Gina urung bertanya lebih jauh. Gina
asal ikut-ikutan saja. Kawan-kawan yang lain juga ikut dengan bersemangat.
Mendukung terwujudnya misi tersebut.
Semangat mereka menggebu. Hingga menit
berikutnya salah seorang teman bertanya.
“Lalu bagaimana cara kita melakukannya?”
mereka semua terdiam. Memikirkan. Tak menemukan jawaban. Frustasi.
Rumi menanggapi dengan bijak.
“Okkelah. Sekarang kita belum menemukan
jawabannya karena saat ini kita kekurangan data. Lebih baik kita pulang.
Mengumpulkan bahan data. Besok sore kita ketemu lagi.”
¤¤¤
Hari-hari yang Gina lalui adalah untuk
mengumpulkan informasi. Browsing di situs Google. Hunting
buku di perpustakaan dan toko-toko buku. Visi mereka adalah menciptakan
teknologi tepat guna sederhana dan praktis sebagai solusi tepat pemecahan
masalah kekurangan sumber air bersih layak konsumsi di tengah Indonesia
maritim. Selama sebulan penuh mereka habiskan untuk berdiskusi. Merancang alat
yang sesuai dengan harapan. Minggu berikutnya yang mereka lakukan adalah uji
alat. Dengan memanfaatkan teknologi Water Pyramid,
sebuah teknologi sederhana yang dapat mengubah air laut menjadi air tawar
menggunakan prinsip destilasi. Lebih jelas dapat dilihat dalam gambar berikut.
Alat dan bahan
yang digunkaan cukup sederhana. Hanya memerlukan, kaca bening, bak, dan pipa.
Caranya, bentangkan kaca di atas air laut hingga berbentuk kerucut.
Pasangkan bak pada kaca. Maka air laut akan menguap, mengembun di kaca,
kemudian akan menetes di bak tadi. Sehingga air ini sudah tidak asin lagi
dan siap untuk dikonsumsi.
Berkali-kali
melakukan uji eksperimen. Masih dirasa belum sempurna. Hingga akhirnya Gina dan
kawan-kawan merasa inilah yang terbaik yang mampu mereka lakukan. Inovasi
teknologi yang mereka ciptakan diberi nama, “Air Borobudur untuk Indonesia
Maritim.”
“Alhamdulillah,
Air Borobudur sudah jadi. Huh, capeknya.” Rumi bersandar pada sebatang pohon
kresem. “Segarnya, enggak kalah sama air kemasan merek ternama.”
“Iya seger
banget. Oh ya Rum, kupikir akan lebih meyakinkan kalau air ini kita uji Lab.” Usul
Gina.
“Usul bagus itu
Gin.”
“Hey, kalau
hanya ada satu dan tak dikenal. Bagaimana ini dapat membantu masyarakat?”. Angga
salah seorang tim bertanya. “Kita harus mencari cara agar alat ini dapat
dikenal lalu dimanfaatkan bagi yang membutuhkan.”
“Bagaimana
kalau kita browsing di Internet. Mungkin ada peluang bagi kita.” Gina
membuka laptop menyambungkan dengan modem mengkoneksikan dengan internet. Gina
mulai menelusuri dunia yang luas tersebut. Cukup lama Gina mencari. “Ahh,
sepertinya ini bagus. Bagaimana kalau kita ikut ini?”. Rumi dan teman-teman
lainnya mulai mendekati Gina. Membaca apa yang ada di layar.
Dalam situs
milik AusAID Indonesian Social Innovator Award, Yayasan Kopernik bekerja
sama dengan Australian Agency for International Development (AusAID)
dan Hubud
sedang mengadakan AusAID Indonesian Social Innovator Award, sebuah
kompetisi bagi individu/kelompok yang berjiwa sosial yang tertarik untuk
mengaplikasikan inovasi tersebut terhadap berbagai masalah di Indonesia
terkait dengan kebutuhan dasar manusia, yang tercakup dalam bidang pertanian, pendidikan, energi dan lingkungan, kesehatan,
teknologi informasi, serta air dan sanitasi. Mereka sedang melakukan pencarian ke seluruh negeri untuk menemukan ide yang
berpotensial untuk memberikan dampak di Indonesia. Pemenang kompetisi akan
mendapatkan kesempatan untuk dapat mengubah visinya menjadi kenyataan.
Mulailah Gina dan kawan-kawan sibuk. Mempersipakan berbagai hal yang
disayaratkan AusAID Indonesian Social Innovator. Apalagi waktu pendaftaran tinggal tiga hari lagi.
¤¤¤
Serangkaian
acara AusAID Indonesian Social Innovator Award telah dilalui. Dari
proses pendaftaran, pengiriman karya tulis, wawancara semi finalis, dan
mempresentasikan ide. Semua merupakan proses panjang yang melelahkan namun
sekaligus penuh harapan. Tibalah saat ini, detik-detik menjelang pengumuman
pemenang. Setelah beberapa jam yang lalu mereka, Gina dan kawan-kawan mempresentasikan
hasil karya mereka di depan tim juri AISIA. Dengan kemampuan semaksimal
mungkin. Berharap mimpi mereka terwujud. Doapun selalu mereka panjatkan. Bagi
mereka yang terpenting adalah kemanfaatan bagi masyarakat indonesia.
“Dan
Penghargaan AusAID Indonesian Social Innovator jatuh pada ... Air Borobudur untuk Indonesia Maritim.”
Suasana
membuncah, atmosfer kegembiraan menyeruak ke segala penjuru. Tangis haru tak
dapat dibendung. Mereka langsung sujud syukur mensyukuri nikmat yang
dikaruniakan kepada mereka. Mimpi mereka untuk Indonesia yang lebih baik akan
terwujud. Benar-benar akan terwujud.
Penghargaan AusAID
Indonesian Social Innovator merupakan ide terbaik dan memiliki potensi
terbesar untuk menciptakan transformasi sosial di Indonesia. Hadiah utama
termasuk Rp 30.000.000, ruang kerja untuk satu tahun dan mentoring agar
pemenang dapat segera menciptakan perubahan.
Ide Air
Borobudur untuk Indonesia Maritim dinilai juri adalah ide yang terbaik diantara
ide yang hebat. Persaingan berjalan ketat. Penyaringan finalis tak sembarangan.
Penilaian juri tak asal-asalan. Tapi Gina dan kawan-kawan dapat melakukannya.
Mimpi mereka terwujud. Usaha mereka tak sia-sia. Mereka telah menuai apa yang
mereka taburkan. Harapan Gina dan kawan-kawan semoga Indonesia terbebas dari
kekeringan dengan pemanfatan air laut yang begitu melimpah di bumi pertiwi ini.
Semarang, 02
Oktober 2013