Jumat, 01 April 2016

ALMARI PENYELAMAT



Nayla, gadis kecil berkucir dua yang baru berumur lima tahun itu duduk di atas ayunan sambil memperhatikan siswi Madrasah Aliyah yang lalu lalang di depan rumahnya. Mata kecilnya tak henti mengikuti setiap gadis yang lewat dengan seragam putih abu-abu lengkap dengan jilbab putih besar mereka.
Assalamualaikum.” Seorang gadis berseragam Madrasah Aliyah membuka pintu pekarangan. Nayla turun dari ayunan dan bergegas menghampirinya.
“Kakak kapan Nay bisa pake seragam sekolah baru?” Nayla menarik-narik rok Farah. Farah berjongkok, dan memegang pundak Nayla.
“Sabar ya Nayla, Insyaallah seragam barumu jadi sebentar lagi.”
“Nay, pengen jilbabnya Nay ada bordirannya kak, kecil-kecil ja, trus ada nama Nayla disana. Bisa kan?”
Farah mengangguk ia kemudian membimbing Nayla masuk ke dalam rumah.
***
“Nayla kakak berangkat dulu ya, seragammu kakak gantung di almari. Baik-baik ya disekolah nanti.”
“Iya kak.” Nayla mencium tangan Farah.
Assalamualaikum.
Waalaikum salam.
Nayla memandang seragam sekolah yang tergantung di almari. Ia ambil, lalu ia patut-patutkan dirinya dan seragam tersebut pada kaca almari. Baju panjang sampai lutut berwarna biru tua dan celana panjang setumit warna senada sebagai pasangannya adalah jilbab putih di ujung-ujung jilbab terdapat bordir bunga kecil berwarna biru dan namanya Nayla. Seragam itu adalah buatan Farah sendiri. Di rumah sederhana ini mereka hanya hidup berdua. Kedua orang tua mereka sudah lama tiada. Mereka meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Farahlah yang kemudian membesarkan Nayla, ia pulalah yang berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Nayla sedang menyisir rambutnya bersiap berangkat sekolah. Tiba-tiba ia merasakan guncangan yang sangat dahsyat. Lampu kamar bergoyang. Tanah yang Nayla pijak bergetar dengan kuat. Dinding-dinding retak. Nayla menjerit memanggil kakaknya, Farah. Tapi Farah tak jua datang. Ia begitu ketakutan, ia bergegas lari keluar rumah. Namun di tengah perjalanan  Nayla teringat jilbab barunya. Jilbab yang dibuat Farah dengan susah payah. Jilbab yang telah begitu lama ia dambakan. Ia ambil jilbab yang masih tergantung di lemari dan langsung ia kenakan jilbab tersebut. Gempa dahsyat itu belum juga berhenti. Bahkan semakin terasa kuat. Tiba-tiba almari dihadapannya roboh ke arah Nayla.
“Aaaaaa...!” Nayla menjerit keras melihat almari tersebut roboh kearahnya.
Gelap, Nayla hanya melihat gelap pengap dan sempit. Ia raba ruang di sekelilingnya. Ada banyak sekali baju di sekelilingnya. Nayla berada dalam Almari yang roboh. Sekuat tenaga ia dorong Almari itu ke atas. Percuma dirinya yang kecil takkan mampu mendorong almari tersebut.
“Kak Farah.. hiks hiks hiks .. kak Farah tolong Nayla..”
Nayla terus memanggil nama kakaknya, meminta tolong dan menangis. Reruntuhan atap rumah mulai menghantam almari. Semakin lama napas Nayla terasa semakin sesak.
***
Farah berlali sekuat tenaga menuju rumahnya. Begitu gempa terjadi yang terlintas pertama kali dalam benaknya adalah bagaimana keadaan Nayla. Adik yang begitu ia sayangi. Farah menyisir rumahnya yang kini telah menjadi puing-puing.
“Nayla! Nayla! Nayla!” Farah memanggil nama adiknya.
Di dalam almari samar-samar Nayla mendengar suara kakaknya. Dengan sisa tenaga yang ada, Nayla berusaha membalas panggilan kakaknya.
“Kak Farraah..” terdengar begitu lemah
Farah mendengar suara adiknya. Ia bergegas mencari sumber suara dan mendapati suara itu berasal dari almari di kamarnya.
“Nayla bertahanlah, kakak datang.”
Farah mencoba mengangkat almari itu ke atas. Gagal tenaganya tidak sebanding dengan almari. Tak patah semangat Farah mencoba mencari tuas yang bisa ia gunakan untuk membantu mengangkat almari. Farah menemukannya, sebuah tongkat panjang dari reruntuhan atap rumahnya.
“Bismillahirrohmanirrohim, la haula wa la kuwwata illa billah.” Farah mencoba kembali mengangkat almari. Ajaib, ia berhasil. Farah langsung mengangkat Nayla memelukknya erat dengan penuh air mata. Ia bersyukur adiknya masih selamat. “Alhamdulillah ya Robb.”
Farah masih memeluk Nayla ketika iba-tiba gelombang air besar setinggi 30 m terlihat dari arah pantai. Farah kaget. Ia tidak sempat lari. Gelombang air tersebut sudah menyeretnya mengikuti arus. Sekuat tenaga ia berusaha mencapai permukaan dengan tetap memeluk Nayla.
“Hosh hosh hosh..” Farah melihat daerah di sekitarnya penuh dengan air. Berbagai macam reruntuhan mengapung dia atas air. Dari arah samping kanan, Farah melihat almari miliknya sedang terapung-apung. Tanpa pikir panjang Farah berusaha meraihnya. Hal yang pertama ia lakukan adalah menempatkan Nayla terlebih dahulu diatasnya baru kemudian Farah. Selama berjam-jam lamanya mereka terapung-apung di atas almari. Nayla masih belum sadarkan diri, sedangkan Farah tak hentinya berdoa berharap akan ada yang menyelamatkan mereka.
***
“”Hey lihat, ada seseorang yang terapung-apung diatas almari di sebelah sana!”
Salah seoarang anggota SAR yang duduk diatas perahu karet menyeru temannya yang lain. Mereka pun menghampiri korban yang selamat tersebut. Farah dan Nayla akhirnya ditemukan dalam keadaan selamat. Mereka kemudian dibawa ke tempat pengungsian.
Gempa sebesar 9,3 SR yang melanda daerah Aceh dan Sumatra Utara pada tanggal 26 Desember 2004, gempa yang kemudian memicu gelombang tsunami sebesar 30 m telah menewaskan begitu banyak korban dan menyebabkan kerugian ratusan juta rupiah. Banyak rumah-rumah penduduk roboh,  jalan-jalan , tempat ibadah , rumah sakit, sekolah dan bangunan-bangunan lainnya rusak.
***
Noor Salamah, lahir pada tanggal 23 Juni 1994 di kota ukir Jepara. Gemar menulis sejak SMP dan masih dalam proses belajar menulis. Pembaca bisa mengirimkan kritik dan saran melalui, email : salamah_chan@yahoo.com. Facebook : salma van licht. Twitter : @salma_skylight atau ke nomor hp. 089668214948.


0 komentar:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Follow

Popular Posts

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Jejak Sajak Salamah | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com